TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menilai tren penjualan ritel meningkat pada 2022 karena tak adanya pembatasan mobilitas masyarakat.
Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja berpendapat, pada tahun lalu hingga saat ini kondisi sektor ritel sudah berangsur normal seperti sebelum pandemi covid-19.
Menurut dia, penjualan offline mengalami tren peningkatan karena kondisi masyarakat yang sudah rindu untuk melalukan interaksi sosial setelah hampir 3 tahun dibatasi.
"Dengan demikian, masyarakat sudah tidak lagi harus melakukan belanja online," katanya, kepada Kontan, Senin (23/1).
Alphonzus menyebut, kondisi penjualan online saat ini telah balik kembali normal setelah mengalami lonjakan yang luar biasa selama pandemi covid-19.
Sebelum pandemi covid-19, ia berujar, belanja online lebih bersifat sukarela. Akan tetapi pada saat pandemi, seakan-akan semua orang dipaksa untuk melakukan belanja online karena berbagai pembatasan yang diberlakukan oleh hampir semua negara.
"Orang-orang diminta diam di rumah, sehingga tidak ada jalan lain, yakni harus melakukan belanja online," kata dia.
Alphonzus menyatakan, kondisi saat ini terlihat seakan-akan belanja online penjualannya menurun tajam.
Sementara, ia memperkirakan penjualan offline, khususnya sektor ritel, pada tahun ini akan terus meningkat lebih dari sebelum pandemi covid-19, atau setidaknya sama seperti sebelum pandemi covid-19.
Adapun, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memproyeksikan penjualan ritel bisa tumbuh 4-4,5 persen pada 2023.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan, kinerja penjualan ritel tahun ini bakal dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk dimulainya tahun politik.
Menurut dia, saat tahun politik pasti akan ada pembelanjaan dari masing-masing peserta atau partai politik untuk meningkatkan elektabilitas. "Jadi, akan ada pembelian atribut partai untuk meningkatkan elektabilitas parpol," ucapnya, kepada Kontan, Selasa (24/1).
Faktor lain, Roy berpendapat, bantuan langsung tunai yang tetap diperpanjang untuk masyarakat miskin pada 2023 berpotensi akan menjaga daya beli, sehingga bisa berpengaruh juga terhadap kinerja penjualan ritel.
Ia pun berharap inflasi bisa tetap terjaga antara 5-5,5 persen pada tahun ini. Selain itu, kestabilan harga komoditas juga diharapkan bisa terkendali, sehingga daya beli masyarakat juga terjaga.
Roy meyakini, mobilitas masyarakat yang masih tinggi pada tahun ini juga menjadi kunci pertumbuhan ritel. Terlebih, sudah dicabutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada akhir tahun lalu. (Kontan.co.id/Ferry Saputra/Ferry Saputra)