Opini Ditulis Oleh Anton Prasetyo, MSos (Ketua Lembaga Ta’lif Wan Nasyr NU Gunungkidul)
TRIBUNJATENG.COM - SELASA 7 Februari 2023 merupakan hari yang istimewa bagi Nahdlatul Ulama (NU). Tanggal ini bertepatan dengan 16 Rajab 1444 Hijriyah, yakni peringatan 1 Abad NU. Keistimewaan juga terasa lantaran organisasi besar ini memiliki pengurus yang tanggap akan permasalahan terkini.
Kepemimpinan NU di bawah nahkoda Gus Yahya (KH Yahya Cholil Staquf) sarat dengan pengharapan bersama. Di samping harus menyelesaikan permasalahan internal organisasi, NU didamba dapat menyelesaikan berbagai masalah kebangsaan, bahkan level internasional.
Di samping itu, pengurus NU akan mengemban amanah besar, yakni membangkitkan kembali (an-nahdlah ats-tsaniyah / kebangkitan kedua) NU di usia setelah 1 abad nanti. Dalam hitungan kalender Hijriyah 1 abad NU pada Selasa 16 Rajab 1444 H atau 7 Februari 2023 M. Sementara, untuk hitungan Masehi, pada tanggal 31 Januari 2026.
Dan kita semakin yakin bahwa pengurus NU saat ini merupakan insan-insan yang tanggap terhadap berbagai permasalahan regional serta global. Pemilihan tema harlah “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama, Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru NU” adalah bukti konkritnya. Dari frasa ini dapat diketahui bahwa akan semangat optimisme terhadap pembangunan di masa mendatang.
Setahun menjabat, Ketua Tanfidziyah PBNU terpilih, Gus Yahya sudah menampakkan diri bahwa dirinya siap menjadi nahkoda ormas besar kaum muslimin ini. Dengan bahasanya yang sederhana dan santun, publik dibuatnya menjadi paham bahwa Gus Yahya mengetahui permasalahan yang sedang terjadi dan berani mengambil keputusan, sehingga NU bisa memiliki peran yang lebih besar.
Di dalam internal NU, Gus Yahya paham betapa umat memiliki permasalahan persatuan akibat politik praktis. Ia ingin fokus menyelesaikan proses penyembuhan pembelahan politik yang telah terjadi pada kompetisi tajam pilpres 2019. Lebih-lebih saat ini merupakan tahun politik, menuju pilpres 2024. Sebagai langkah sigap, ia mengembalikan NU sebagai organisasi mandiri yang tidak masuk dalam politik praktis. Ia ingin mengembalikan posisi NU memiliki jarak sama kepada seluruh partai politik. Langkah ini tentu memiliki dampak positif yang sangat besar di kalangan akar rumput.
Gus Yahya juga sejak awal ‘mewanti-wanti’ kepada calon pengurus PBNU agar tidak masuk dalam bursa capres/cawapres. Syarat ini bukan saja pelarangan doble “pekerjaan” namun juga pelarangan bagi pengurus PBNU agar tidak mundur dari kepengurusan karena mencalonkan atau dicalonkan dalam bursa capres/cawapres. Mereka yang masuk sebagai pengurus PBNU adalah orang-orang yang fokus mewakafkan diri untuk khidmat, dan tidak tergoda dengan amanah lain.
Peran Perempuan
Dalam mengurai permasalahan, Gus Yahya memasukkan berbagai elemen warga nahdliyyin. Ia menangkap adanya potensi besar di kalangan perempuan yang sudah teruji dalam memimpin pondok pesantren, mengajar, dan lain sebagainya. Maka, ia memasukkan 11 perempuan dalam kepengurusan PBNU.
Alissa Wahid dan Khofifah Indar Parawansa menjabat sebagai ketua dalam pengurus harian tanfidziyah PBNU. Di jajaran mustasyar atau dewan penasihat, ada Nafisah Sahal Mahfudz, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, dan Machfudhoh Aly Ubaid. Di jajaran a’wan atau dewan pakar, ada Nafisah Ali Maksum, Badriyah Fayumi, Ida Fatimah Zainal, Faizah Ali Sibromalisi, dan Masriyah Amva.
Sementara, Ai Rahmayanti di jajaran wakil sekretaris jenderal di tanfidziyah PBNU. Memasukkan perempuan dalam jajaran kepengurusan PBNU adalah langkah berani yang dilakukan Gus Yahya karena belum pernah dilakukan oleh kepengurusan sebelumnya.
Dalam menjalankan roda kepengurusan, Gus Yahya mengkonsolidasikan jaringan kepemimpinan NU secara struktural dan hierarkis dari PBNU sampai tingkat cabang (kabupaten). Langkah ini diperlukan agar bisa menjalankan agenda-agenda yang ada secara terhubung satu sama lain dan dalam irama yang lebih sinergis. Langkah ini tentu akan memiliki dampak yang lebih terasa manfaatnya dibandingkan tanpa adanya koordinasi antara pengurus pusat, wilayah (provinsi), dan cabang (kabupaten).
Harapan besar akan peran NU dalam kepemimpinan Gus Yahya juga adanya dukungan penuh dari pemerintah dan umat. Gus Yahya dan NU memiliki hubungan baik dengan pemerintah karena selalu mengadakan agenda kebaikan bersama. Dalam pandangan umat, Gus Yahya juga sosok yang diidolakan. Hal ini terlihat manakala dukungan akan kepemimpinannya mengalir deras baik sebelum atau sesudah Muktamar NU ke-34 di Lampung pada Desember 2021 lalu.
Bermula dari sinilah, bukanlah fatamorgana manakala di usia 1 abad, NU akan mengalami kebangkitan lagi. An-nahdlah ats-tsaniyah bukan saja mimpi namun ikhtiar (usaha) yang sejak kini telah terlihat nyata.
Wallahu a’lam. (*tribun jateng cetak)