Tajuk Ditulis Oleh Wartawan Tribun Jateng, Rustam Aji
TRIBUNJATENG.COM - Pamer harta kekayaan oleh sejumlah pejabat di Kementerian Keuangan, khususnya pegawai pajak dan Bea Cukai, baik itu dilakukan oleh pejabat itu sendiri atau oleh istri dan anak, sungguh bikin sakit hati masyarakat. Bagaimana tidak, kekayaan yang mereka pamerkan seolah berbanding terbalik dengan kondisi yang dirasakan masyarakat kebanyakan. Tak berlebihan bila kemudian muncul asumsi-asumsi liar bahwa pajak yang telah dibayarkan oleh masyarakat tak betul-betul disetorkan ke negara melainkan dinikmati para pegawainya.
Dugaan-dugaan tersebut, tentu bukan tanpa alasan. Sebab, dengan jumlah gaji yang mereka terima, namun pada kenyataannya jumlah kekayaan yang mereka miliki tidak masuk akal. Sehingga muncul pertanyaan, apakah mereka tidak pernah menggunakan gajinya untuk makan, berwisata, membayar pendidikan anak-anak, dan keperluan-keperluan lain, sehingga kekayaannya begitu berjibun, punya kendaraan mewah, bisa bepergian ke luar negeri, dan punya properti dan tanah di mana-mana.
Karena itu, sangat masuk akal bila kemudian masyarakat juga curiga: jangan-jangan kekayaan yang mereka miliki dari hasil yang tidak benar. Apalagi, belakangan juga Menko Polhukam Mahfud Md mengungkap soal transaksi mencurigakan Rp 300 triliun lebih di Kementerian Kuangan berdasar data dari PPATK . Meski sayangnya informasi soal transaksi Rp 300 triliun yang ada dugaan sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU), itu mulai meredup dan tertutup dengan isu-isu lainnya.
Namun, di tengah meredupnya soal transaksi mencurigakan Rp 300 triliun lebih tersebut, secara tak terduga muncul kasus baru yang membuat publik terbelalak dan seolah mengamini asumsi-asumsi yang ada selama ini. Apa itu? Terbongkarnya pelanggaran registrasi IMEI di Bea Cukai, yang dibongkar oleh Surat Terbuka Milenial Bea Cukai yang mengaku dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) TMP B Kualanamu.
Merespon cuitan dokumen surat terbuka itu, akun @PartaiSocmed membeberkan praktik korupsi pungutan IMEI yang dilakukan petugas Bea Cukai Kemenkeu.Praktik dilakukan dengan mengubah jenis merek handphone yang didaftarkan dari Iphone menjadi handphone jenis Android. ”Sehingga cukai yang harusnya masuk ke kas negara berubah jadi nol. Tentu ada imbal jasa dari penumpang kepada petugas tersebut," tulis akun @PartaiSocmed.
Bersyukurnya, hal ini bahkan telah direspon Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu). Sedikit 21 pegawai dari 25 pegawai yang diperiksa direkomendasikan hukuman ringan-berat.
Kelakuan para pegawai di Kementerian Keuangan yang sebenarnya sudah digaji besar plus remunerasi yang mereka terima, sungguh tak bisa diterima. Sebab, mereka adalah abdi negara, yang memiliki tugas mulia dari negara. Tetapi, sayangnya tugas mulia tersebut malah dikhianatinya.
Abdi yang tak (mau) mengabdi. Tampaknya itulah yang patut disematkan kepada mereka. Sebab, di tengah menumpuknya utang negara yang kini tembus Rp 7.754,98 triliun (per 31 Januari 2023), butuh pemasukan bukan malah para abdi negara ini menumpuk kekayaan untuk diri sendiri.
Saya yakin, bila para abdi negara mampu bekerja secara benar, maka negara tidak perlu utang tiap tahunnya untuk membiayai pembangunan dan rakyat juga bisa hidup sejahtera tanpa harus merasa terbebani untuk membayar pajak yang terus meningkat.
Karena itu, tanpa sanksi yang jelas dan tindakan yang tegas terhadap para “pengkhianat negara” ini, tak mustahil tindakan korup para abdi negara akan selalu terulang. Mungkin publik belum lupa terhadap kasus Gayus, toh ternyata tak membuat jera yang lain. Karena faktanya, Gayus-Gayus lain masih terus bermunculan. Perlulah kiranya mereka dites Wawasan Kebangsaan seperti dilakukan kepada pegawai KPK dulu, sehingga nantinya akan diketahui mereka layak jadi abdi negara atau tidak. (*tribun jateng cetak)