Dengan modal awal yang minim, Tony beruntung bahan baku plastik dipasok langsung oleh pelanggan.
"Selain itu mereka juga kasih uang muka. Saya tinggal beli tinta dan menyablon," tutur dia.
Mulanya, Tony menyablon di rumahnya yang berada di Randukuning RT 6 RW 3, Kelurahan Pati Lor, Kecamatan Pati.
Bisnis berjalan tiga bulan, dia bisa menambah aset dengan membeli laptop seharga Rp 2 juta. Laptop itu ia gunakan untuk mendesain pesanan pelanggan.
Secara bertahap, sedikit demi sedikit, dia terus melengkapi peralatan sablon.
Pada 2019, Tony memberanikan diri mengambil pinjaman modal Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) senilai Rp 150 juta.
"Saya pakai untuk ambil ruko di Semampir. Sisanya untuk menambah peralatan. Kemudian juga untuk biaya promosi dan membentuk sistem keagenan. Sejak saat itu orderan semakin banyak," tutur dia.
Saat masih menjalankan usaha di rumah, Tony bekerja seorang diri. Setelah pindah ke ruko dan mendapat semakin banyak pesanan, dia dibantu dua orang karyawan.
Dia mengerjakan berbagai jenis produk, mulai dari kemasan plastik, undangan, spanduk, kaus, sampai aksesoris seperti mug dan payung.
Pandemi Covid-19 Bikin Usaha Limbung
Bisnis Tony sempat limbung pada 2020-2021, saat Pandemi Covid-19 menghajar dunia dan Indonesia tanpa ampun.
"Saat pandemi, orderan sangat sepi. Bahkan dalam satu minggu cuma dapat omzet kotor Rp 400 ribu sampai 500 ribu," kata dia.
Omzet tersebut terlalu kecil untuk mencukupi kebutuhannya dan dua orang karyawan. Akhirnya, Tony terpaksa merumahkan satu orang pegawai.
Bisnis Tony limbung karena sebelum pandemi banyak ditopang oleh pesanan kaus dalam partai besar dari penyelenggara event. Saat pandemi, kegiatan masyarakat sangat dibatasi. Hal ini berdampak buruk pada usahanya.
Bangkit Pascapandemi