BRI Fellowship Journalism

Kisah Jatuh-Bangun Pengusaha Sablon di Pati Memulai Bisnis dengan Modal Rp 500 Ribu

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Noer Cahya Tony Kurniawan (33) mengerjakan pesanan spanduk warung penyetan khas Lamongan, Selasa (16/5/2023) siang.

TRIBUNJATENG.COM, PATI - Noer Cahya Tony Kurniawan (33) tampak hati-hati namun cekatan menyapukan cat warna menggunakan kuas di atas selembar kain putih panjang, Selasa (16/5/2023) siang.

Dengan perpaduan warna kuning, oranye, dan hitam, Tony menggambar ikan nila, bawal, dan lele.

Tony tengah menggarap pesanan spanduk warung penyetan khas Lamongan di studio sablon dan percetakan miliknya yang bernama KSA Creative Art Production.

Studio miliknya itu berada di Kompleks Ruko Desa Semampir, Jalan Raya Pati-Gabus, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Setahun belakangan, dia memang kerap mendapat pesanan spanduk warung Lamongan yang dia gambar secara manual menggunakan tangan.

"Setelah bisnis sempat lesu saat pandemi Covid-19, sejak 2022 saya mulai mencoba membuat spanduk warung Lamongan secara manual. Lumayan. Per paket berisi tiga spanduk (untuk dipasang di depan, kanan, dan kiri warung tenda) nilainya Rp 2,5 juta," kata dia.

Saat ini, pesanan aneka produk sablon dan percetakan di studio miliknya cukup ramai. Namun, pencapaian ini tidaklah ia raih secara mudah.

Tony mengatakan, awal kisahnya di dunia sablon dan percetakan bermula sekira 13 tahun lalu.

Sejak 2010, selama dua tahun dia bekerja sebagai karyawan sebuah kios sablon di Winong, Kecamatan Pati.

"Saat masih kerja ikut orang, bayaran rata-rata cuma Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu per pekan. Itu enam hari kerja," tutur dia.

Meski bergaji kecil, kesempatan bekerja itu memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang jadi modal utama Tony membangun bisnisnya sendiri.

Singkat cerita, pada 2013, Tony mulai merintis usaha. Dari modal Rp 500 ribu hasil menyisihkan gaji, dia membeli meja sablon.

Meski baru membuka usaha, Tony langsung mendapat pesanan dalam jumlah tergolong besar.

Ini berkat hasil kerjanya yang dikenal rapi dan selalu selesai tepat waktu. Keterampilan Tony tersebar dari mulut ke mulut, sehingga mendatangkan pelanggan padanya.

"Awal dulu saya dapat pesanan sablon plastik dari Food Corner milik salah satu pabrik kacang di Pati. Dalam satu hari saya bisa kerjakan 2 ribu sampai 3 ribu plastik," ucap dia.

Dengan modal awal yang minim, Tony beruntung bahan baku plastik dipasok langsung oleh pelanggan.

"Selain itu mereka juga kasih uang muka. Saya tinggal beli tinta dan menyablon," tutur dia.

Mulanya, Tony menyablon di rumahnya yang berada di Randukuning RT 6 RW 3, Kelurahan Pati Lor, Kecamatan Pati.

Bisnis berjalan tiga bulan, dia bisa menambah aset dengan membeli laptop seharga Rp 2 juta. Laptop itu ia gunakan untuk mendesain pesanan pelanggan.

Secara bertahap, sedikit demi sedikit, dia terus melengkapi peralatan sablon.

Pada 2019, Tony memberanikan diri mengambil pinjaman modal Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) senilai Rp 150 juta.

"Saya pakai untuk ambil ruko di Semampir. Sisanya untuk menambah peralatan. Kemudian juga untuk biaya promosi dan membentuk sistem keagenan. Sejak saat itu orderan semakin banyak," tutur dia.

Saat masih menjalankan usaha di rumah, Tony bekerja seorang diri. Setelah pindah ke ruko dan mendapat semakin banyak pesanan, dia dibantu dua orang karyawan.

Dia mengerjakan berbagai jenis produk, mulai dari kemasan plastik, undangan, spanduk, kaus, sampai aksesoris seperti mug dan payung.

Pandemi Covid-19 Bikin Usaha Limbung

Bisnis Tony sempat limbung pada 2020-2021, saat Pandemi Covid-19 menghajar dunia dan Indonesia tanpa ampun.

"Saat pandemi, orderan sangat sepi. Bahkan dalam satu minggu cuma dapat omzet kotor Rp 400 ribu sampai 500 ribu," kata dia.

Omzet tersebut terlalu kecil untuk mencukupi kebutuhannya dan dua orang karyawan. Akhirnya, Tony terpaksa merumahkan satu orang pegawai.

Bisnis Tony limbung karena sebelum pandemi banyak ditopang oleh pesanan kaus dalam partai besar dari penyelenggara event. Saat pandemi, kegiatan masyarakat sangat dibatasi. Hal ini berdampak buruk pada usahanya.

Bangkit Pascapandemi

Pada 2022, usaha sablon dan percetakan milik Tony hidup lagi. Kegiatan besar mulai banyak digelar dan ia mendapat cukup banyak pesanan sablon kaus.

Karyawannya kembali jadi dua orang. Ia bahkan juga bisa menambah agen.

Dia juga mulai merambah produksi spanduk rumah makan Lamongan yang digambar manual. Tak hanya itu, dia juga menyediakan jasa dekorasi kafe.

Namun, produk sablon tetap jadi andalan. Pada era di mana sablon digital kian marak, Tony tetap mempertahankan sablon manual.

Menurut dia, sablon manual hasilnya lebih bagus dan lebih awet.

Untuk pesanan sablon kaus partai besar, dia membanderol antara Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu per kaos.

"Kalau satuan Rp 90 ribu sampai Rp 100 ribu per kaos. Dengan kualitas bahan premium standar distro," ucap dia.

Saat ini, dalam sepekan Tony bisa mendapat omzet rata-rata Rp 5 juta. Jika pesanan sedang ramai, omzet bisa mencapai Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per pekan. 

Untuk diketahui, KUR memang merupakan salah satu instrumen BRI untuk membuat UMKM naik kelas.

Dalam artikel yang diterbitkan bri.co.id pada 28 Oktober 2022, disebutkan bahwa BRI mempertegas komitmen dalam melakukan pemberdayaan ekosistem bisnis berbasis ekonomi kerakyatan. 

BRI menciptakan sumber pertumbuhan baru dengan memberdayakan UMKM melalui pendanaan hingga pendampingan usaha.

Penyaluran KUR maupun Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) diharapkan mampu mengakselerasi UMKM agar skala usahanya makin besar dan naik kelas. (mzk)

Berita Terkini