Tapi, bagi mereka yang masih muda, tentu harus bekerja keras dan pantang menyerah.
Karena, di masa silam, ia telah melewati suka duka-susah senang hingga kini.
“Cari makan itu pergi ke Timur, kalau tidak dapat pergi ke Barat, tidak dapat pergi ke Utara. Harus seperti itu,” kata dia.
Kini, Mbah Parni dikaruniai delapan cucu.
Bahkan, dua cucunya yang paling tua bekerja di luar negeri.
“Saya baru pulang dari New Zealand.
Saya bekerja di hotel di sana. Istri ikut.
Kami baru pulang ke sini,” kata Susilo (44), salah satu cucunya.
Tukiyem (69) anak pertama Parni. Ia menceritakan, ibu dan anak saling menjaga setelah ditinggal kawin lagi sang ayah.
Ia mengerti betapa sulit hidup tanpa ayah, apalagi Tukiyem masih 10 tahun ketika itu.
Karenanya, Tukiyem menikah di umur 12 tahun, namun buyar dua tahun kemudian.
Tukiyem belajar banyak tentang jamu di kawasan Pakualaman, berdagang bersama Parni, hingga kini punya dua anak dan beberapa cucu.
“Saya kecil dibesarkan Mama (Suparni).
Tanpa Mama, tidak akan seperti ini.
Orangtua marah, wajar saja.