TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Meski ada ratusan bahkan ribuan pernikahan beda agama di Jawa Tengah, tetapi mereka tidak mencatatkan diri di Pengadilan Negeri.
Bahkan seorang aktivis di Semarang, sebut saja Rahmat, mengatakan hampir tiap bulan timnya mendampingi lebih dari 10 pasangan menikah beda agama.
Beda agama yang dia maksudkan yaitu pernikahan antara muslim dan non-muslim. Entah yang pria atau wanita, salah satunya adalah muslim.
Berdasar pengalaman dia mendampingi mereka, ada yang melakukan pernikahan di masjid kemudian lanjut di gereja.
Tetapi ada juga yang menikah di KUA, setelah pasangan non-muslim menjadi mualaf menjelang pernikahan. Sedangkan pernikahan beda agama, bukan muslim, menurut Rahmat tak begitu masalah.
Pengadilan Negeri Kelas IA Tegal mengungkapkan akan tegas menolak permohonan izin menikah beda agama.
Hal itu memedomani undang-undang, peraturan mahkamah agung (Perma), dan surat edaran mahkamah agung (SEMA). Termasuk edaran baru, SEMA Nomor 2 Tahun 2023.
Selain itu, PN Tegal melalui petugas PTSP akan menerangkan terhadap pemohon bahwa permintaan izin nikah beda agama kemungkinan besar tidak dikabulkan.
Humas PN Tegal, Syarif Hidayat mengatakan, petugas PTSP di awal sudah memberikan penjelasan jika pengajuan permohonan nikah beda agama kemungkinan besarnya ditolak.
Tetapi jika ada permohonan, tetap akan diproses untuk sidang hingga putusan majelis hakim. Karena pengadilan tidak boleh menolak segala pengajuan atau permohonan.
"Petugas PTSP tidak men-justice, hanya memberikan penjelasan kemungkinannya. Kami tetap memproses, karena pengadilan tidak boleh menolak," kata Syarif, panitera muda saat ditemui tribunjateng.com, Jumat (21/7/2023).
Syarif mengatakan, tidak pernah ada permohonan nikah beda agama di PN Tegal, pada Januari- Juli 2023.
Termasuk tiga tahun terakhir, pada 2021-2023. Ia mengatakan, sikap PN Tegal sendiri secara tegas menolak dan tidak akan mengabulkan permohonan izin nikah agama.
Pilih Salah Satu Agama
Sedangkan PN Kudus menyarankan kepada pasangan beda agama agar memilih salah satu ajaran dalam menjalankan prosesi pernikahan.
Hal itu menyusul adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 bahwa hakim dilarang memberikan izin kepada pasangan beda agama untuk menikah.
Humas Pengadilan Negeri Kudus Rudi Hartoyo mengatakan, dengan adanya SEMA Nomor 2 Tahun 2023 hakim tidak boleh mengabulkan permohonan penetapan nikah beda agama.
Sebenarnya, kata Rudi, Mahkamah Agung sudah memberikan rambu-rambu yang jelas.
Artinya bagi pasangan yang berbeda agama hendak menikah maka harus mengikuti ajaran agama salah satu calon mempelai.
“Dari dua pasangan tersebut harus menundukkan salah satu agama yang dianut,” kata Rudi.
Proses legalitas nikah beda agama, kata Rudi, tidak berlangsung di pengadilan negeri.
Di pengadilan pasangan beda agama tersebut hanya meminta izin pernikahan. Terakhir pernikahan beda agama dan mengajukan permohonan izin ke Pengadilan Negeri Kudus terjadi pada 2021.
“Saat itu hakim mengabulkan izin, dan kemudian dicatatkan di dinas pencatatan sipil,” kata Rudi.
Dalam sidang pengajuan izin pernikahan beda agama tersebut hakim memeriksa bukti-bukti. Di antara bukti yang diperiksa yakni bahwa keduanya sudah benar-benar saling mencintai dan saling menyukai.
Dalam proses pengajuan izin pernikahan beda agama, kata Rudi, waktunya tidak lebih dari satu bulan sejak pendaftaran permohonan. Biasanya sepekan setelah pendaftaran baru ada sidang. Rata-rata sidang permohonan izin nikah beda agama ini berlangsung dua kali sidang.
Namun setelah adanya SEMA Nomor 2 Tahun 2023 hakim tidak lagi bisa mengabulkan izin nikah beda agama. Kata Rudi, berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Pasal 2 Ayat 1 perkawinan sah apabila dilaksanakan berdasarkan agama atau kepercayaan masing-masing. (tim/tribun jateng cetak)