Mbah Warsito meninggalkan nama usaha dan resep pengolahan khas lentog keluarganya untuk diteruskan oleh anak-anaknya.
Sediyati mengatakan, awal mula Lentog Warsito berdiri masih dalam masa perjuangan mengenalkan kuliner baru kepada masyarakat.
Kata dia, sang ayah dahulu harus memikul gerobak rombong berkeliling Kota Kudus untuk mencari pembeli.
Perjuangan tersebut dilakukan setiap hari menyusuri jalanan dan perkampungan di wilayah Jati hingga Alun-alun Kudus.
"Dahulu, perjuangan mengenalkan lentog cukup berat karena harus dipikul keliling. Awalnya ayah saya dibantu ibu, kemudian baru saya teruskan mulai 1991," terangnya, Kami (23/8/2023).
Sediyati menyebut, perjuangan jualan keliling sang ayah kira-kira berlangsung kurang lebih 10 tahun.
Pada 1980-an, Lentog Warsito sudah mendapatkan beberapa pelanggan, sehingga bisa standby di wilayah Tanjungkarang.
"Sejak itu bapak tidak lagi berjualan keliling. Pelanggan bisa datang langsung ke warung," ujarnya.
Saat ini, Sediyati masih menjaga warisan resep bumbu rempah yang diwariskan oleh ayahnya.
Setiap harinya, dia menyiapkan kurang lebih 100 porsi.
Namun, khusus weekend porsi yang disiapkan bertambah hingga 500 porsi per hari.
Setiap 100 porsi, membutuhkan lima kelapa untuk membuat kuah santan yang gurih.
Satu porsinya dibandrol Rp 6.000.
Ia berjualan mulai pukul 07.00 - 13.00 WIB, selebihnya waktu tersisa digunakan untuk istirahat dan menyiapkan bahan-bahan untuk berdagang esok harinya.
"Alhamdulillah semakin ramai karena lentog semakin dikenal masyarakat luas. Kadang ada juga pelanggan sekali makan bisa sampai 2-5 porsi," tuturnya.
Baca juga: Pusat Kuliner Lentog Tanjung Kudus Diserbu Para Pemudik