TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Hikmah Al Kahfi, Muh Anwar (46) alias Bayu Aji Anwari, memiliki ruang bawah tanah atau bungker untuk melancarkan aksi bejatnya.
Anwar merupakan tersangka kasus kekerasan seksual terhadap para santri perempuannya.
Sebelumnya, Polrestabes Semarang menangkap Anwar atas kasus pelecehan seksual terhadap para santrinya.
Tersangka ditangkap dalam pelariannya di Kota Bekasi, pada 1 September lalu.
Baca juga: Warga Curiga Perut Triwik Tiba-tiba Kempes, di Depan Polisi Cilacap Akhirnya Ia Mengaku
Baca juga: Heboh Negara India Ganti Nama Jadi Bharat, Terungkap Alasan di Baliknya dan Undang Pro Kontra
Penelusuran Tribun di lokasi, di Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang, Kamis (7/9), akses jalan menuju ke ponpes berupa jalan sempit dan menanjak.
Lokasi ponpes juga tersembunyi lantaran tidak ada papan nama dan terimpit di antara permukiman warga.
Di ponpes itu terdapat sebuah sepeda motor Yamaha Vega mangkrak, berdebu, dengan kondisi ban bocor.
Ada jaket kulit warna hitam kusam menggantung di depan pintu ponpes.
Di bawah jaket ada puluhan pasang sandal dan sepatu tertata di rak. Di samping motor Vega tampak sepeda anak warna pink bersandar di rak sepatu.
Pondok tersebut memiliki luas sekira 10 x 20 meter persegi dengan bangunan cor permanen dua lantai.
Terdapat dua meteran listrik PLN di bangunan tersebut, masing-masing tertera nama tersangka Moh Anwar dan nama Pondok Pesantren Hidayatul Hikmah Al Kahfi.
Hasil penelusuran Tribun Jateng, ternyata lokasi bungker yang dimaksud berada di belakang rumah milik tersangka. Keberadaan bungker tersebut dibenarkan pula oleh warga sekitar yang mengaku pernah menyaksikan proses pembangunan bungker tersebut.
"Di pondok itu memang ada ruang bawah tanah, yang bangun Pak Bayu (tersangka) dibantu santri laki-lakinya yang disuruh gali gerongan (lubang), kerjanya sampai pukul satu dini hari, lalu tanah hasil galian dibawa keluar, sepertinya ke pondok satunya di Rejosari," ucap Puji Astuti (43), warga sekitar pondok pesantren.
Pembangunan bungker tersebut sebenarnya sarat dengan konflik lantaran menyerobot tanah milik warga dekat pondok.
Baca juga: Sadis, Cara Anwari Kyai di Semarang Tersangka Pelecehan Seksual Hukum Santri, Sampai Ditegur Warga
"Tanah yang digali itu milik kakak saya. Katanya (kata tersangka—Red) beli, tapi ya itu tidak jelas mana surat perjanjiannya," ungkapnya.
Persoalan tersebut sempat dilaporkan ke pihak kelurahan dan ketua RT setempat, tetapi menurut Astuti, tak ada respons.
"Sudah dilaporkan ke pihak kelurahan tidak ada tindak lanjutnya. Begitu pun ketua RT yang lama, bukan yang ketua sekarang, tak pernah respons," bebernya.
Kendati begitu, ruang bawah tanah itu tetap dapat diselesaikan menjadi ruangan kamar.
"Membuatnya lama, ada setahunan lebih. Kabarnya ruangan bawah tanah itu bagus, saya sih belum pernah masuk," ujarnya.
Keberadaan bungker itu sejalan dengan informasi yang disampaikan psikolog UPTD PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, Iis Amalia.
Kepada Tribun Jateng, Iis mengatakan, korban mendapatkan kekerasan seksual oleh tersangka di ruangan khusus di bangunan pondok.
"Korban Mawar usia 15 tahun mendapatkan kekerasan seksual berupa persetubuhan di lingkungan pondok pesantren dan sebuah hotel di Kota Semarang," kata Iis. (iwn)