Advertorial

Kilang Pertamina Internasional Resmikan Program Desa Energi Berdikari Kalijaran Cilacap

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peresmian program Kalijaran MAPAN oleh Direktur Utama KPI Taufik Adityawarman beserta jajarannya di areal persawahan Desa Kalijaran, Kecamatan Maos, Cilacap. Kamis (2/11).

TRIBUNJATENG.COM, CILACAP - PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) sebagai subholding Refining & Petrochemical Pertamina berkomitmen untuk terus mengimplementasikan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) KPI melalui berbagai program.


Salah satunya melalui program untuk mengatasi keterbatasan akses irigasi pertanian tadah hujan.


Program Desa Energi Berdikari Kalijaran yang berbasis pada pengelolaan Integrated Farming berbasis Energi Baru dan Terbarukan di area persawahan Desa Kalijaran, Kecamatan Maos, Cilacap diresmikan langsung oleh Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, didampingi VP CSR & SMEPP Management Pertamina, Fajriyah Usman, bersama Kepala Dinas Pertanian Cilacap, Susilan didampingi subholding Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) pada Kamis (2/11/2023). 


Dalam kesempatan tersebut, Taufik menjelaskan bahwa Kecamatan Maos merupakan salah satu lumbung padi di Jawa Tengah yang sangat potensial dalam membantu swasembada pangan Indonesia khususnya Jawa Tengah.


"Dari keterbatasan lahan irigasi tadah hujan dan sistem pertanian yang masih konvensional.
Padahal Kalijaran memiliki potensi yang sangat baik, maka kami hadir menjadi bagian dari kemandirian ekonomi masyarakat melalui program TJSL Kilang Cilacap,” jelasnya kepada Tribunjateng.com


Untuk Desa Kalijaran ini, KPI memberikan dukungan melalui pemberdayaan ekonomi pertanian berbasis energi baru terbarukan yakni dengan program TJSL bertajuk "Masyarakat Pengelola Pertanian Berkelanjutan" atau disebut MAPAN, senilai  lebih dari Rp270 juta.


"Kami berharap Kalijaran menjadi sentra pertanian organik terintegrasi serta menjadi rujukan pengembangan pertanian modern berbasis energi baru terbarukan,” imbuhnya.


Taufik merinci lebih jauh bahwa KPI memberikan dukungan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 9.700 wattpeak (WP) yang dapat meningkatkan jumlah debit air untuk pengairan hingga 117.600 liter per hari dan produksi pupuk organik 70 kg/hari. 


"Selanjutnya meningkatkan siklus panen dari sebelumnya 2 kali menjadi 3 kali per tahun, penghematan anggaran irigasi per hektar dari Rp1,5 juta untuk pembelian BBM menjadi Rp1 juta, serta peningkatan produksi pertanian dari 12 ton menjadi 12 ton ditambah 4 ton cabai per hektar selama 1 tahun," ungkap Taufik. 


Dampak lain dari penerapan program ini adalah Desa Kalijaran menjadi desa percontohan pengembangan EBT untuk pertanian dan menjadi tempat pengabdian masyarakat, salah satunya civitas Politeknik Negeri Cilacap (PNC). 


"Inovasi ini berdampak sangat baik bagi peningkatan pertanian masyarakat.
Dengan demikian menjadikan kawasan Desa Kalijaran menjadi Desa Energi Berdikari yang sustainable di lingkungan, ekonomi serta sosial," ungkapnya.


Desa Energi Berdikari merupakan program unggulan TJSL Pertamina yang berfokus pada pengembangan ekonomi berbasis Energi Baru Terbarukan.


Taufik menambahkan, kehadiran Desa Energi Berdikari Kalijaran ini juga membuktikan komitmen KPI memenuhi aspek Enviromental, Social, dan Governance (ESG) secara terintegrasi dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan dan masyarakat yang berfokus pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) Nomor 7 yaitu Energi Bersih dan Terjangkau.


"Program-program yang kami rancang selalu diselaraskan dengan aspek ESG ke dalam strategi bisnis perusahaan serta memberikan manfaat bagi masyarakat agar berkembang dan berkelanjutan serta  menularkan ke masyakarat lainnya," tutupnya.


Arjo Suwito (70) petani setempat merasakan betul manfaat program Kalijaran MAPAN. Ia mengaku begitu terbantu dengan adanya bantuan PLTS yang diberikan PT KPI.


Berkat adanya PLTS, ia dan petani lainnya di Kalijaran kini bisa menggarap lahan mereka di musim kemarau seperti dengan menanam palawija, sayuran, cabai dan lainnya.


Selain itu kata Arjo, pengairan dengan PLTS ini dirasa sangat membantu petani dalam mengurangi biaya pengairan.


Dulu dia harus merogoh biaya sebesar Rp1 juta dalam sekali panen untuk menyedot air dari sungai. 


Kini berkat pengairan PLTS dia hanya perlu merogoh biaya separuhnya saja.


"Memang dari dulu kalau menggarap sawah harus menyedot air.
Biayanya sekali panen sekitar Rp1 juta untuk 1 hektar lahan, sekarang ada pengairan PLTS paling separuhnya, sangat terbantu," jelasnya. (pnk)


 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Terkini