Polisi Temukan Ruang Penyiksaan Bagi Pelanggan yang Tak Mau Bayar Prostitusi
TRIBUNJATENG.COM- Polisi menemukan sebuah ruang penyiksaan yang digunakan untuk menyiksa pelanggan yang tak mau membayar biaya seks.
Peristiwa tersebut terjadi di Filipina. Polisi menemukan sarang seks ilegal dan 'ruang penyiksaan' tersembunyi di Filipina yang berkedok tempat perjudian.
Pada Kamis (2/11/2023), saat digeledah, mereka menemukan borgol, pentungan, tongkat baseball, tongkat rotan, taser, pentungan kayu, dan airsoft gun yang menurut polisi digunakan untuk menyiksa setidaknya dua orang asing. Pekerja Teknologi Web Cerdas.
“Mereka menyiksa pelanggan yang belum membayar biayanya, terutama jika mereka menyewa ruang prostitusi dan mempekerjakan perempuan, dan juga pelanggan yang berselisih dengan mereka,” kata Direktur Eksekutif PAOCC Gilbert Cruz dalam jumpa pers dikutip dari Asio One.
Besoknya, regu gugus tugas yang dibentuk oleh Kementerian Kehakiman menggerebek gedung enam lantai yang disewa oleh Smart Web di ibu kota regional Metro Manila pada hari Jumat (3/11/2023). Hadilnya, mereka menemukan kejahatan yang lebih besar.
“Kejahatan yang ditemukan adalah perdagangan seks,” kata Wakil Menteri Kehakiman Nicolas Felix Ty kepada wartawan.
Nicolas mengatakan, tim penggerebek menemukan di lokasi Smart Web sebuah "akuarium" yang mengurung perempuan-perempuan seksi untuk diperjual belikan.
Lalu ada lantai dan ruang karaoke pribadi “untuk layanan ekstra”, katanya, menunjukkan bahwa ini adalah tempat di mana layanan seksual disediakan.
Bahkan ada menu layanan seksual yang berbeda-beda, kata Ty.
Cruz mengatakan perusahaannya juga menjalankan penipuan cinta dan kripto.
Sembilan eksekutif Smart Web ditangkap. Lima dari mereka menjalani proses pemeriksaan atas tuduhan perdagangan manusia dan penyiksaan, menurut PAOCC.
Polisi juga menahan lebih dari 700 karyawan perusahaan tersebut, sebagian besar adalah warga Filipina, Tiongkok, dan Vietnam.
Catatan polisi menunjukkan salah satu warga Tiongkok yang diselamatkan mengatakan dia "diculik" dan "dijual" seharga 500.000 peso atau Rp 139 Juta.
Korban lainnya, juga warga Tiongkok, mengatakan dia dipaksa bekerja 12 hingga 15 jam sehari selama lebih dari setahun.
Ty mengatakan, Smart Web telah mendapatkan lisensi untuk beroperasi sebagai “operator game lepas pantai Filipina”, atau Pogo.
Pogo berkembang pesat di bawah mantan presiden Rodrigo Duterte. Mengizinkan para penjudi di Tiongkok untuk bermain peluang tanpa melanggar hukum Tiongkok.
Konsultan real estat Leechiu memperkirakan bahwa perusahaan-perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 300.000 pekerja Tiongkok dan Filipina. Perusahaan ini menambah hingga 190 miliar peso atau Rp 53 Triliun ke dalam perekonomian Filipina setiap tahunnya.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, Filipina mengalami gelombang kejahatan terkait Pogo, termasuk penculikan, perdagangan manusia, prostitusi, pencucian uang, serta penipuan cinta dan kripto.
Ini terkait dengan penipuan lain yang dilakukan di Kamboja dan Myanmar.
Pada bulan Juli, polisi menyelamatkan hampir 3.000 pekerja dari sebuah kompleks yang dioperasikan oleh Xinchuang Network Technology, Pogo berlisensi lainnya. Empat di antaranya adalah warga negara Singapura.
Dua senator telah meminta Presiden Ferdinand Marcos Jr untuk melarang Pogos.
“Pogos tidak hanya menjadikan negara kita tempat bermain untuk kegiatan kriminal mereka, mereka juga berutang miliaran pajak yang belum dibayar kepada pemerintah kita,” kata Senator Risa Hontiveros.
(*)