TRIBUNJATENG.COM, PEKALONGAN - Usai melakukan Forum Grup Discussion (FGD) di bulan Oktober lalu, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) menindaklanjuti dengan menyampaikan dan penyerahan hasil penelitian penerapan teknologi pertanian pada produk tempe kepada Pemerintah Kota Pekalongan.
Langkah ini untuk menguatkan branding potensi lokal di Kota Pekalongan yakni Kampung Tempe Kuripan Kertoharjo.
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIP) UGM, Didik Purwadi, mengatakan, bahwa sebagai akademisi pihaknya mencoba membantu bagaimana pengembangan kampung tempe dengan melakukan studi lapangan untuk mengetahui kebutuhan apa saja yang perlu disiapkan dengan mendatangi ke beberapa dinas terkait dan pengrajin.
"Dari sana akhirnya kami menemukan 2 hal yaitu karakteristik dari para pengrajin dan proses pengolahan tempe yang baik. Terkait karakteristik pengrajin ternyata kita temukan satu usia rata-rata diatas 40 tahun, dari sisi tempat produksi tidak luas dan terpencar, masih sangat tradisional, tidak ada pencatatan, tidak memiliki label."
"Jika hal ini diangkat oleh pemerintah sebagai tujuan wisata yang kita khawatirkan mereka belum siap menghadapi tantangan kedepan, sebagai perusahaan harus jelas kriterianya," kata Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIP) UGM, Didik Purwadi saat rilis yang diterima Tribunjateng.com, Rabu (15/11/2023).
Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno Ditantang Bikin Coklat Tempe saat Berkunjung ke Salatiga
Baca juga: Kisah Cici, Perajin Tempe di Banyumas Pusing Lihat Harga Kedelai Bisa Naik 2 Kali Dalam Sehari
Baca juga: Resep Serabi Gurih Toping Tempe Pedas, Cocok Jadi Ide Isian Snack Box
Didik menyampaikan sejumlah rekomendasi yang disampaikan diantaranya dari sisi bangunan diperbaiki, mesin, menjalankan SOP dengan baik dan penyajian peta di kampung tempe tersebut.
"Dinas-dinas yang ditunjuk mau meneruskan atau tidak, sebab kami perguruan tinggi tidak bisa menjadi eksekutor kami sebagai fasilitator pengembangan, disini punya potensi batik, wisatawan yang mencari batik pasti tidak akan terlepas dari kuliner, nah potensi tempe ini mudah-mudahan bisa dibawa dan dijalankan dengan sistematis," ucapnya.
Ia menambahkan, produk olahan yang harus diperhatikan oleh pengrajin tempe yaitu produk yang tidak melepas taste daripada bahan utamanya tersebut.
"Yang masih menjadi kendala para pengrajin ini pemasaran aneka olahan tempe, karena tastenya tempe hampir hilang."
"Jadi kami simpulkan, industri tempe harus tetap menampakkan tempe dan kelebihannya dengan sentuhan lain," tambahnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Pekalongan Salahudin menjelaskan, dari penelitian yang dilakukan berhasil terpotret kebutuhan yang harus disiapkan, rekomendasi, dan setelah disepakati semua.
"Kami berharap, kebutuhan anggaran bisa terfasilitasi dan terealisasi di perubahan 2024. Sehingga, tujuan utamanya yaitu mensejahterakan masyarakat dan membantu meningkatkan penghasilan keluarga bisa tercapai," jelasnya.
Kemudian, dari hasil penelitian juga dilanjutkan dengan kesepakatan tindak OPD seperti halnya Dindagkop-UKM memfasilitasi pembentukan koperasi pengrajin tempe dan labelisasi, DPMPTSP membantu hal-hal lain terkait perizinan usaha, Bappeda akan koordinasikan kaitan dengan branding kampung tempe, termasuk showroom etalase produksi.
"OPD lain sepakat, untuk mempertegas kampung tematik di Pekalongan selatan agar menjadi daya angkat perekonomian Kelurahan Kuripan Kertoharjo, Kecamatan Pekalongan Selatan," tambahnya. (Dro)