Pemilu 2024

Guru Besar IPDN Pertanyakan Sikap Pemerintah Adanya Deklarasi Kades Dukung Gibran di GBK

Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan kepala desa (kades) padati Indonesia Arena GBK, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (19/11/2023), tengah menunggu dimulainya acara deklarasi dukungan pasangan Prabowo-Gibran sebagai capres-cawapres pada Pilpres 2024.

TRIBUNJATENG.COM - Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mempertanyakan sikap pemerintah yang dianggap membiarkan pertemuan antara organisasi perangkat desa dan calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabumin Raka.

Djohan menyakatan, pemerintah seharusnya tegas melarang kepala desa dan perangkat desa mengikuti kegiatan politik praktis karena hal itu dilarang oleh undang-undang.

Sebelumnya, telah digelar acara deklarasi dukungan kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Indonesia Arena, Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (19/11/2023).

"Itu kalau ditengarai ada (politik) transaksional yang ingin dimainkan oleh perangkat desa itu mereka mencegah jadi itu harus ada langkah pencegahan dengan meminta tidak boleh ada pertemuan-pertemuan seperti itu," kata Djohan kepada Kompas.com, Senin (20/11/2023).

"Ini kan enggak ada (larangan) kita lihat, kecolongan? Masak adem-adem saja, diam-diam saja orang-orang itu di pemeritahan, apakah mereka tidak melihat semua itu?" ujar Djohan.

Padahal, pergerakan kepala desa yang meninggalkan daerahnya merupakan hal yang kasat mata dan pasti diketahui oleh camat dan bupati.

Eks Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri ini juga mendorong pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk berani menjatuhkan sanksi berupa teguran kepada asosiasi kepala desa yang bermain politik praktis.

Baca juga: Perludem Minta Bawaslu Menindak Deklarasi Kades Dukung Prabowo-Gibran di GBK

Harapannya, teguran tersebut dapat membuat para kepala desa tidak lagi mengikuti pertemuan-pertemuan yang menjurus pada dukungan untuk kandidat tertentu.

"Jadi penegakan-penegakan sanksi, law enforcement, kalau mau menjaga pemilu yang berintegritas harus dilakukan. Karena ini kalau enggak, berulang lagi nih," ujar Djohan.

Ia mengingatkan, pemerintah harus melakukan itu secara sungguh-sungguh karena mereka bertugas untuk memfasilitasi agar pemilu berjalan dengan suskes.

"Nah kalau kayak begini ini pemilu kan bisa enggak sukses, bisa tercerderai dengan keberpihakan kepala desa," kata dia.

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Hurriyah, menilai bahwa sinyal dukungan yang diberikan ribuan aparat dan kepala desa "Desa Bersatu" kepada calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming, Minggu (19/11), adalah bentuk mobilisasi dukungan.

"Aspirasi yang disampaikan oleh organisasi perangkat desa ini enggak sesuatu yang ujug-ujug muncul. Ada rangkaian peristiwa sebelum-sebelumnya, dan ini memperlihatkan betapa sebenarnya sedari awal pemerintah, khususnya presiden, memang berusaha memobilisasi dukungan dari perangkat desa," jelasnya ketika dihubungi Kompas.com, Senin (20/11). 

"Karena ada konflik kepentingan yang sangat besar ya, dari awal ini kan sudah kelihatan sebenarnya," tambah Hurriyah. 

Salah satu indikasi kuat adalah Jokowi beberapa kali duduk bareng organisasi perangkat desa ini. Pada pertemuan terakhir, Jokowi bahkan bersua dengan organisasi perangkat desa besutan Muhammad Asri Anas, Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), di mana Anas menjadi anggota dewan penasehat. 

Dalam pertemuan itu, Jokowi dan PPDI membahas mengenai peningkatan anggaran dana desa menjadi Rp 5 miliar per desa.

Hurriyah menilai, aspirasi kenaikan anggaran ini sangat rentan digunakan sebagai sarana kebijakan populis, cara-cara klise yang kerap dipakai elite untuk meraih simpati dan dukungan akar rumput. 

"Apalagi kita tahu regulasi pemilu kita sangat-sangat lemah, celahnya begitu besar terbukanya. Aturan mengenai netralitas juga banyak celahnya, aturan mengenai kampanye juga banyak celahnya," kata dia. 

Pada hari Minggu kemarin, Anas berperan sebagai Koordinator Nasional Desa Bersatu yang menaungi 8 organisasi perangkat desa untuk memberi dukungan terhadap Gibran.

Kepada Gibran, Anas menyampaikan berbagai aspirasi seperti kenaikan dana desa hingga perbaikan tata kelola desa. 

Kepada wartawan, Anas mengeklaim bahwa Gibran dan pasangannya, Prabowo Subianto, merupakan kandidat yang bersedia mengakomodir kepentingan perangkat desa sehingga layak didukung. 

Ia juga menyebut bahwa para perangkat desa sudah mengerti apa yang harus dilakukan dan dihindari, termasuk berkampanye secara terbuka, namun tak menutup kemungkinan kampanye di balik layar. 

Untuk diketahui, Anas juga berstatus Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (MPO Apdesi) yang pernah menggencarkan isu perpanjangan masa jabatan Jokowi tahun lalu. 

Hurriyah menilai, pertemuan Jokowi dengan organisasi perangkat daerah seperti ini tak lazim dan tidak bisa dianggap seperti pertemuan presiden dengan pemangku kepentingan terkait.

Jika memang organisasi perangkat desa mempunyai aspirasi untuk kebijakan dan anggaran, maka sesuai hierarki dan ketatanegaraan, mereka seharusnya duduk bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan komisi terkait di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Kenapa tidak bisa dilihat sebagai ini adalah bentuk ekspresi atau aspirasi, karena memang momentumnya kelihatan sekali sangat politis. Kita punya presiden petahana yang tidak bisa mencalonkan kembali," kata Hurriyah.

"Tetapi kemudian kita lihat bagaimana manuver yang dilakukan oleh presiden, kok, kenapa di itu 2 tahun terakhir, beliau justru malah aktif bertemu dengan relawan, bertemu dengan para perangkat desa, dan sebagainya. Dengan relawan saja, apa sih kira-kira kepentingannya? Relawan konteksnya adalah pada saat pemilu (sebelumnya) saja," jelasnya. 

Situasi ini dinilai merupakan wujud upaya Jokowi menjaga kepentingannya. 

Hurriyah menegaskan, ada banyak upaya di luar hukum yang bisa membuat kekuasaan dan pengaruh presiden bisa tetap berlanjut meski kepemimpinannya usai. (ardito/icha/vitorio/ihsanudin/kps/TRIBUN JATENG CETAK)

Berita Terkini