TRIBUNJATENG.COM, GAZA - Pembebasan sandera asal Israel oleh Hamas berlanjut di hari kedua gencatan senjata.
Pembebasan sandera ini dilakukan Hamas untuk merespons positif mediator Mesir dan Qatar guna memastikan kelanjutan perjanjian gencatan senjata.
Sebelumnya, Hamas menunda pembebasan sandera usai menuduh Israel melanggar perjanjian pengiriman bantuan kemanusiaan ke utara Jalur Gaza.
Hamas juga tidak sependapat dengan Israel soal pemilihan tahanan untuk dibebaskan.
Kelompok itu ingin pembebasan berdasarkan waktu yang dihabiskan dalam tahanan.
Kelompok itu juga menuduh pasukan Israel menembaki orang-orang yang hendak menyeberang dari bagian selatan Jalur Gaza ke utara, yang dilarang oleh pasukan Israel.
Badan kemanusiaan PBB yaitu OCHA mengatakan, dalam beberapa insiden yang dilaporkan pada Jumat (24/11/2023), pasukan Israel melepaskan tembakan dan melemparkan gas air mata ke orang-orang yang menuju utara.
"Setidaknya satu orang dilaporkan tewas, dan puluhan lainnya terluka," lanjutnya, dikutip dari kantor berita AFP.
Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan, tujuh orang terluka dalam insiden serupa pada Sabtu.
Namun, Israel membantah adanya pelanggaran terhadap ketentuan gencatan senjata.
Hamas telah membebaskan puluhan sandera, termasuk sejumlah warga Thailand, dalam kesepakatan gencatan senjata dengan Israel.
Usai bebas, para WN Thailand itu langsung mengabari keluarga mereka tentang momen menjadi sandera kelompok Hamas.
Dilansir AFP, Minggu (26/11/2023), Kittiya Thuengsaeng mengaku kaget usai mendapat kabar bahwa pacarnya selamat dari serangan Hamas di wilayah Israel.
Dia senang mendapat kabar bahwa pacarnya menjadi salah satu sandera yang dibebaskan Hamas.
"Saya tidak dapat mempercayai mata saya," ujar Kittiya saat melihat foto pacarnya, Wichai Kalapat, usai dibebaskan dari penahanan selama berminggu-minggu.