TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang melakukan operasi penertiban peredaran daging glonggong.
Operasi ini dilakukan oleh tim gabungan Satpol PP, Dinas Pertanian, dan Kepolisian Resort Kota Besar Semarang pada Rabu (13/11/2023) antara pukul 01.00 hingga 04.00.
Kepala Satpol PP Kota Semarang, Fajar Purwoto, menyampaikan bahwa petugas berhasil menemukan sebanyak 128 kilogram daging glonggong di Pasar MAJT.
Ia mengekspresikan kekecewaannya terhadap kejadian ini dan menduga bahwa penjualan daging glonggong di pasar tersebut telah berlangsung cukup lama.
"Faktanya, kami menerapkan tindakan pidana ringan (tipiring). Pedagang-pedagang ini berasal dari luar kota," ujar Fajar.
Dengan ditemukannya daging glonggong ini, ia mengingatkan kepala pasar atau pengelola pasar untuk lebih berhati-hati dalam melakukan pengawasan di pasar.
Pengetatan pengawasan diperlukan untuk memastikan konsumen dapat membeli produk yang aman.
"Saya menyerukan kepada kepala pasar maupun pengelola pasar agar lebih berhati-hati. Situasi seperti ini tidak dapat dianggap enteng. Pasar MAJT dikelola oleh MAJT," tambahnya.
Fajar juga meminta kepada para pedagang agar tidak mengulangi perbuatan serupa.
Penjualan daging glonggong dinilainya sangat merugikan konsumen. Daging tersebut telah disita oleh Satpol PP dan akan dilakukan pemusnahan.
"Saya sudah menyampaikan pernyataan agar tidak mengulangi perbuatan tersebut. Secara sederhana, jangan jual daging glonggong. Ini kasus yang jelas. Saat terjaring operasi penertiban, pedagang berdalih tidak tahu. Padahal, seharusnya mereka tahu. Saya akan memberikan sanksi tegas jika ada pengulangan," tegasnya.
Sekretaris Satpol PP Kota Semarang, Marthen Stevanus Dacosta, menambahkan bahwa operasi penertiban daging glonggong dilakukan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Biasanya, menjelang Nataru, terjadi peningkatan peredaran daging glonggong yang tidak layak konsumsi.
Selain menjelang Nataru, operasi penertiban juga dilakukan berdasarkan laporan kepada Dinas Pertanian dan dalam rangka Penegakan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kesehatan Hewan.
Setiap daging yang beredar di Kota Semarang wajib memiliki surat keterangan kesehatan hewan.
Selain itu, pedagang juga diharuskan secara rutin melaporkan perjalanan daging sejak awal penyembelihan.
Hasil operasi penertiban menunjukkan bahwa ada delapan pedagang daging sapi yang menjual daging glonggong, berasal dari Salatiga dan Boyolali.
"Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan Dinas Pertanian, hampir seluruhnya termasuk dalam kriteria tujuh glonggongan dan satu tidak layak konsumsi," ungkap Marthen.
Sidang tipiring dilaksanakan dengan melibatkan hakim, jaksa, dan panitera dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang untuk memberikan efek jera kepada para penjual daging glonggong agar tidak mengulangi perbuatannya.
Di samping itu, Marthen mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih daging konsumsi.
Pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan sosialisasi dengan kecamatan guna mencegah penyebaran daging glonggong.
"Surat keterangan kesehatan hewan yang dipegang oleh pedagang merupakan hal wajib. Ciri-ciri yang jelas harus ada. Daging basah termasuk dalam kategori daging glonggongan. Sedangkan daging kering memiliki tekstur agak keras dan bebas dari kelembapan," ujarnya. (eyf)