TRIBUNJATENG.COM -- Sejak serangan Israel ke Gaza 7 Oktober 2023 hingga kini sudah tercatat lebih dari 50.000 orang terluka dan 18.400 orang yang terbunuh.
Banyak warga sipil di Jalur Gaza menjadi korban keganasan militer Israel. WHO menyalahkan Israel yang mempersulit bantuan kemanusiaan masuk.
Lebih dari tiga perempat dari total 193 anggota Majelis Umum PBB mendukung gencatan senjata di Gaza.
Resolusi tersebut tidak mengikat namun memiliki bobot politik dan mencerminkan pandangan global mengenai perang di Gaza, didukung oleh 153 anggota.
Inggris, Jerman, Italia, Belanda, dan Ukraina termasuk di antara 23 negara yang abstain.
Amerika Serikat, Paraguay, Austria, dan Israel termasuk di antara 10 anggota yang menentang.
Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, mengatakan pemungutan suara yang mendukung gencatan senjata di Gaza adalah “hari bersejarah sehubungan dengan pesan kuat yang dikirimkan dari Majelis Umum”.
“Adalah tugas kita bersama untuk terus berada di jalur ini sampai kita melihat berakhirnya agresi terhadap rakyat kami,” kata Riyad Mansour.
Kementerian Kesehatan di Gaza, yang dikuasai Hamas, mengatakan lebih dari 50.000 orang terluka sejak serangan Israel dimulai.
Adapun lebih dari 18.400 orang yang terbunuh. Hanya sekitar 400 orang yang terluka paling parah yang telah dievakuasi ke luar negeri, menurut kelompok Israel, Physicians for Human Rights Israel.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyalahkan pasukan Israel atas penundaan yang lama di pos pemeriksaan dalam mengizinkan kendaraan darurat pembawa korban luka untuk lewat.
Badan-badan bantuan PBB telah menyerukan gencatan senjata di Gaza selama berminggu-minggu sehingga mereka pasti akan menyambut seruan Majelis Umum PBB untuk melakukan gencatan senjata.
Namun mereka juga tahu bahwa ini adalah langkah simbolis dan tidak mengikat, dan sepertinya tidak akan mengubah apa pun di lapangan.
Pekerja bantuan ingin melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan dalam konflik: memberikan dukungan kepada semua warga sipil yang terjebak di Gaza, yang mencakup warga Palestina dan para sandera asal Israel.
Sedemikian sengitnya pertempuran, para pekerja kemanusiaan dan perbekalan mereka tertahan di Rafah, tepat di perbatasan Gaza dengan Mesir, sebagaimana dilaporkan wartawan BBC, Imogen Foulkes.