Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, D dan OIS memasang tarif berbeda-beda pada pasiennya, sekitar Rp 10 juta hingga Rp 12 juta.
Pelaku lulusan SMP
Dalam kasus ini, D berperan sebagai dokter yang tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang kedokteran.
Ia merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA).
“OIS yang membantu untuk melakukan perbuatan aborsi, tidak mempunyai pendidikan di bidang medis, melainkan pendidikan terakhir adalah SMP,” ungkap Gidion.
Dari kelima tersangka, AF merupakan orangtua dari AAF.
Dia menyuruh anaknya untuk menggugurkan kandungan.
“Dan satu lagi (S) adalah pasien. Jadi, ada dua pasien (AAF dan S),” ujar Gidion.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 53 Ayat (1) juncto Pasal 428 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan atau Pasal 436 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Kemudian, Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 53 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 346 Ayat (1) KUHP dan atau Pasal 56 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 53 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 348 Ayat (1) KUHP, dan atau Pasal 53 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 77A Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak juncto Pasal 45A UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak.
Dalam kasus ini, D dan OIS terancam pidana penjara selama 10 tahun.
Sementara, AF, AAF, dan S terancam pidana penjara empat tahun. D dan OIS telah ditahan.