TRIBUNJATENG.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sementara, Nawawi Pomolango, menyatakan bahwa KPK telah menerima salinan surat dari Sekretariat Negara yang menyatakan bahwa proses surat pengunduran diri Firli Bahuri tidak dapat dilanjutkan.
Berdasarkan penjelasan yang terdapat dalam surat dari Sekretariat Negara, Firli menginginkan berhenti dari posisinya sebagai pimpinan KPK dan menolak perpanjangan jabatannya.
"Namun, dari Sekretariat Negara disebutkan bahwa pernyataan 'berhenti dan tidak ingin diperpanjang lagi' tidak termasuk dalam syarat-syarat pemberhentian yang diatur oleh undang-undang," ujar Nawawi di gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (22/12/2023).
Syarat-syarat pemberhentian seorang pimpinan KPK oleh presiden mencakup kemungkinan meninggal dunia atau mengajukan pengunduran diri.
Namun, Nawawi menekankan bahwa dalam suratnya, Firli meminta untuk berhenti, yang tidak diakomodasi oleh undang-undang. Surat yang diterima oleh pimpinan KPK merupakan salinan dari Surat Sekretariat Negara.
"Surat tembusan tersebut menyatakan bahwa pernyataan berhenti dari Pak Firli belum dapat ditindaklanjuti oleh Sekretariat Negara," tambah Nawawi.
Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengungkapkan bahwa Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberhentian Firli Bahuri sebagai Ketua dan Pimpinan KPK masih belum dapat diproses.
Hal ini disebabkan oleh formulasi surat pengunduran diri Firli yang menyatakan berhenti, padahal istilah tersebut tidak diakui sebagai syarat pemberhentian pimpinan KPK.
"Keppres pemberhentian Bapak Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK belum dapat diproses lebih lanjut karena dalam surat tersebut Bapak Firli Bahuri tidak menyebutkan mengundurkan diri, tetapi menyatakan berhenti," ungkap Ari dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan pada Jumat (22/12/2023).
Firli mengajukan pemberhentian di tengah-tengah persoalan pidana dan etik yang sedang dihadapinya.
Di Polda Metro Jaya, Firli dihadapkan pada dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), suap, dan gratifikasi.
Ia juga menghadapi tiga kasus dugaan pelanggaran etik yang sedang disidangkan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK, dengan keputusan yang akan dibacakan pada 27 Desember.