Berita Jateng

Cek Data! Kawasan Industri di Jateng Berkembang, Angka Kemiskinan Stagnan

Penulis: budi susanto
Editor: Catur waskito Edy
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah pekerja tengah melakukan pengecekan produk olahan kayu di salah satu pabrik olahan kayu ekspor yang ada di Kabupaten Batang, beberapa waktu lalu.

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sejumlah Kawasan Industri (KI) tersebar di Jateng. Bahkan, beberapa KI tersebut dieluh-eluhkan menjadi pendorong perekonomian.

Sejumlah KI itu rata-rata terletak di wilayah Pantura Jateng.

Data dari Central Java Investment Platform (CJIP), ada 7 KI di Pantura Jateng.

Beberapa KI itu berlokasi di Kota Semarang, Kendal, Demak dan Batang.

Di Kota Semarang ada Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW), BSB Industrial Park, Aviarna Industrial Estate.

Kemudian di Kabupaten Demak ada Jatengland Industrial Park Sayung.

Di Kabupaten Batang ada Grand Batang City dan Batang Industrial Parak.

Yang terakhir di Kabupen Kendal dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal.

Sejumlah KI tersebut menjadi KI terbesar yang ada di Jateng.

Sejumlah KI tersebut digadang-gadang bakal menyedot para investor agar masuk ke Jateng.

Bahkan Pemprov Jateng terus memberikan kemudahan bagi para investor melalui berbagai upaya.

Yang terbaru, Pemprov Jateng memberikan kemudahan untuk Zhejiang International Group, perusahaan alat kesehatan asal Tiongkok agar menanamkan modalnya ke Jateng.

Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana, bahkan berujar Indonesia membutuhkan investor dalam rangka membangun ekonomi, khususnya di Jateng. 

Untuk itu, ia menyambut baik dan akan mendukung rencana investasi tersebut.

Dikatannya, Pemprov Jateng berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada setiap investor, yang akan berinvestasi di Jateng.

“Sejumlah layanan juga kami diberikan, di antaranya mempermudah perizinan dan menjaga kondusivitas wilayah,” jelasnya beberapa waktu lalu.

Adapun data dari Dinas Penanaman Modal Satu Pintu Terpadu (DPMSPT) Jateng, realisasi investasi di Jateng pada kuartal III 2023 mencapai Rp 41,2 triliun lebih.

Jumlah tersebut dibagi menjadi dua, yaitu Rp 24,1 triliun lebih berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Lalu investasi Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp 17,1 triliun lebih.

Angka tersebut membuat Jateng menempati peringkat 5 besar secara nasional dengan realisasi investasi terbesar.

Lalu, apakah kondisi tersebut berpengaruh terhadap angka kemiskinan di Jateng?

Dilangsir dari data BPS Provinsi Jateng, jumlah penduduk miskin di Jateng pada 2021 mencapai 4,1 juta jiwa.

Sementara pasa 2022 angka tersebut turun menjadi 3,8 juta jiwa.

Dengan berkembangnya KI dan masuknya investasi jumbo mencapai Rp 41,2 triliun lebih, jumlah penduduk miskin di Jateng hanya turun di angka 40 ribu jiwa.

Pasalnya, jumlah penduduk miskin di Jateng pada 2023 di angka 3,7 juta jiwa lebih.

Penurunan jumlah penduduk miskin tipis juga terjadi di daerah dengan KI berkembang di Jateng.

Di Kota Semarang misalnya, pada 2023 jumlah penduduk miskin mencapai 80 ribu jiwa, sedangkan pada 2022 di angka 79 ribu jiwa lebih.

Hal serupa juga terjadi di Kendal dengan 92 ribu orang penduduk miskin pada 2023 dan 93 ribu jiwa pada 2022.

Sementara jumlah penduduk miskin di Kabupaten Batang tak menunjukan penurunan dari 2022 hingga 2023 dengan 69 ribu jiwa.

Di Kabupaten Demak bahkan jumlah penduduk miskin tembus di angka 143 ribu jiwa pada 2023, angka tersebut tak berubah sejak 2022.

Tingginya angka kemiskinan tersebut juga jadi sorotan sejumlah akademisi.

Wahyu Widodo, Pengamat Ekonomi Undip Semarang menuturkan, belum meratanya industrialisasi dan aktivitas perekonomian berimbas pada ketimpangan antar wilayah di Jateng. 

Khususnya wilayah yang tak tersentuh KI yang ada di wilayah selatan Jateng.

Ia memberikan contoh, beberapa wilayah Seperti Kabupaten Cilacap, Banjarnegara, Kebumen, Banyumas dan Wonosobo.

"Daerah dengan angka kemiskinan tinggi ada di sebagian wilayah barat ke selatan mulai dari Brebes, Wonosobo, Banjarnegara, Cilacap, Kebumen, Banyumas,” paparnya, Kamis (4/1/2024).

Menurutnya, penyebab kemiskinan selain faktor pendidikan, yaitu aktivitas perekonomian dan industrialisasi yang belum merata. 

Hal itu karena aktivitas industri masih berpusat di kawasan Pantura Jateng.

Ia mengatakan, meski mayoritas aktivitas ekonomi didominasi Jateng bagian utara, namun ada beberapa daerah Pantura Jateng tertinggal seperti Brebes. 

“Namun mayoritas wilayah utara Jateng adalah daerah dengan perekonomian lebih baik dibandingkan wilayah tengah dan selatan," jelasnya. 

Menurutnya, penyebab ketertinggalan ekonomi di kawasan Pansela adalah masalah infrastruktur dan konektivitas. 

“Pemprov harusnya meningkatkan infrastruktur dan konektivitas guna memperbaiki pertumbuhan ekonomi.

BPS Provinsi Jateng juga melangsir data kemiskinan di Jateng, di mana terdapat 17 daerah yang masuk dengan angka miskin ekstrem.

Wilayah tersebut didominasi Jateng bagian selatan, yang meliputi Banjarnegara, Banyumas, Purbalingga, Purworejo, Cilacap, Wonosobo, Kebumen, Wonogiri, Klaten, Magelang, dan Sragen. 

Selain itu Blora, Brebes, Demak, Grobogan, Pemalang dan Rembang juga memiliki angka penduduk miskin yang cukup banyak.

Dari data tersebut, Brebes memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi di Jateng pada 2023 dengan 286 ribu jiwa.

Kemudian Banyumas dengan 216 ribu jiwa penduduk miskin, kemudian Kebumen dengan 196 ribu jiwa penduduk miskin. (*)

Baca juga: Viral Aksi Bocah SD Cegat Mobil Melintas di Kudus, Polisi Turun Tangan

Baca juga: Resmikan Jembatan Ganefo Sragen, Pj Gubernur Jateng: Permudah Akses Warga Antar Kabupaten

Baca juga: Tahun 2024, Bupati Etik bersama Baznas Berikan Bantuan Rehab RTLH dengan Total Rp 90 Juta

Baca juga: Bendahara Samsat Bawa Uang Rp 83 Juta Dirampok saat Makan Siang di Warung, Kena Tusuk di Dada

Berita Terkini