Berita Nasional

Harga Beras Susah Turun, Bapanas Ungkap Penyebabnya

Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Harga beras sulit turun.

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) blak-blakan harga beras di pasar susah turun.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi mengatakan, biaya produksi beras kian meningkat. Selain itu, ada kecenderungan produksi beras juga kian menyusut.

"Jadi kalau harga pupuknya tinggi, harga variebel cost-nya itu naik, tak mungkin harga turun. Kecuali produksinya melimpah, teori suplai dan demand," katanya, pada media ditemui di Kantor Bulog, Kamis (11/1).

Menurut dia, harga beras bisa kembali normal jika produksi beras bisa mencapai 2,5 juta ton/bulan.

Sementara, pada Januari-Februari tahun ini produksi beras diprediksi justru defisit sampai 2,8 juta ton karena dampak El-Nino.

Untuk itu, dalam menjaga harga beras tidak lebih tinggi, Bapanas menugaskan Bulog untuk impor sebanyak 2 juta ton pada tahun ini.

Arief menuturkan, beras impor itu nantinya juga akan digunakan untuk bantuan pangan dan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

"Kalau sekarang tidak mengimpor, terus nanti harga melambung tinggi, nanti tanya lagi pemerintah tak bisa jaga harga," tukasnya.

Dilansir dari panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), Jumat (12/1), harga beras medium masih tinggi yaitu Rp 14.750/kg, sedangkan harga beras premium mencapai Rp 16.050/kg.

Adapun, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi menyatakan, HET beras tidak akan berubah meskipun harga beras saat ini masih mahal.

Menurut dia, faktor kenaikan harga beras itu terdiri dari tiga unsur, yaitu produksi yang masih belum pulih, kemudian mahalnya harga pupuk, serta harga beras di pasar dunia masih naik imbas dari kebijakan di beberapa negara.

"HET tidak (naik-Red), karena faktornya fundamental, faktor ada di produksi dan pasokan. Maka mengubah HET tidak terlalu punya dampak," katanya, dalam Konferensi Pers di kantornya, Kamis (11/1).

Menurut dia, seandainya ada kebijakan HET dinaikkan pun tak akan mempengaruhi harga beras.

Justru hal tersebut menjadi pembenaran kenaikan harga. Sehingga, Bayu berujar, 22 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mendapatkan bantuan pangan beras selama 3 bulan pada Januari-Maret, dengan rincian 10 kg/bulan.

"Ya sudah mari kita terus usahakan dan strategi yang dipilih pemerintah dengan Bulog, pelaksananya adalah terus memastikan 22 juta masyarakat paling membutuhkan tidak gelisah, mereka cukup tenang karena ada beras," ungkapnya.

Belum stabil

Bayu sempat menuturkan, harga beras yang relatif masih tinggi dipengaruhi oleh produksi yang masih belum stabil di tahun ini.

"Bantuan pangan dan SPHP belum berhasil menurunkan harga. Dia (bantuan beras-Red) berhasil menurunkan inflasi, tapi harga berasnya masih relatif tinggi. Jadi artinya harga beras itu stabil tapi relatif tinggi," terangnya.

"Mengapa belum berhasil menurunkan harga, karena memang kondisi produksi situasinya masih berat, bahkan sampai dengan saat ini," sambungnya.

Ia pun memaparkan data yang diperoleh melalui Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 produksi beras dalam negeri mengalami penurunan.

"Pada 2021 ke 2022 surplus produksi itu masih 1,8 ton-1,9 juta ton kalau enggak salah. Tahun 2022 ke 2023 surplus, tapi sudah turun 700 ribu ton. Ini menunjukan produksi turun," jelasnya.

Meski demikian, Bayu menyadari Bulog belum bisa menekan harga beras. Sebagai antisipasinya, Bulog menyalurkan beras SPHP di tingkat komersial dengan harga yang lebih murah.

"Kalau SPHP kami jual di tingkat komersial tapi dengan harga lebih murah. Ini lagi-lagi berusaha untuk narik ke bawah. Kalau bahasa Bulog dulu strategi ngandulin harga. Jadi harganya kami gandulin ke bawah dengan beras SPHP," ucapnya.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menanggapi ihwal bantuan pangan dan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang disebut tak mampu menurunkan harga beras.

Sekretaris Jenderal Kemendag, Suhanto menegaskan bahwa kedua program dianggap sudah berhasil. Sebab, sejak program tersebut diluncurkan tak ada lagi gejolak harga beras di pasar.

"Yang penting sudah tidak ada gejolak sekarang," katanya, ditemui di Kantor Kemendag, Jumat (12/1).

Meski demikian, Suhanto mengakui bahwa harga beras saat ini memang masih tinggi. Tapi pihaknya memastikan ke depan sudah tidak ada kenaikan lagi. (Kontan/Lailatul Anisah/Tribunnews/Nitis Hawaroh/Lailatul Anisah)

 

Berita Terkini