TRIBUNJATENG.COM, SOLO – Di balik megahnya pembangunan rel layang dan underpass Joglo, Solo, ternyata terdapat sumur peninggalan Pakubuwana VIII Surakarta.
Sumur yang telah berusia ratusan tahun itu terletak di Jalan Sumpah Pemuda, Kadipiro, Banjarsari, tepatnya di depan TPU Bonoloyo.
Sayangnya, lokasi sumur tersebut akan dijadikan untuk pelebaran Jalan Sumpah Pemuda. Bangunan di sekitar sumur telah diratakan dengan alat berat untuk proyek tersebut.
Baca juga: Sekali Lirik Hewan Lain Lemas, Ini Kisah Nyai Tembong Kucing Kesayangan Pakubuwono X, Makamnya Beda
Meski begitu, Marno (57), salah satu warga yang bertanggung jawab atas sumur tersebut, menolaknya. Ia bersikukuh untuk melestarikan sumur sejarah tersebut.
Marno, yang merupakan seorang pendatang pada tahun 1988, tinggal tepat di samping sumur tersebut. Kala itu, sumur tersebut terkenal sebagai tempat pemandian umum yang disakralkan oleh warga.
Sumur itu juga pernah digunakan sebagai tempat memandikan jenazah sebelum dimakamkan di TPU Bonoloyo.
"Dulu sumur itu memiliki bangsal untuk memandikan jenazah. Jenazah yang datang dari luar dan tidak terawat, seperti korban kecelakaan atau lainnya, dimandikan di sini dan disimpan di bangsal sebelum dimakamkan. Bahkan, terdapat kamar mandi umum di sana," terang Marno.
Hingga pada tahun 2012, warga mensertifikasi tanah di sekitar sumur, kecuali sumur peninggalan PB VIII tersebut. Warga tidak berani mensertifikatkan tanah sumur tersebut karena dianggap sakral dan angker, serta dihubungkan dengan banyak cerita mistis.
"Waktu tahun 2012, banyak warga yang mensertifikatkan tanah di sekitar sumur, tapi sumur ini khusus tidak ada yang berani karena dianggap sakral, angker, banyak hantu," ujar Marno di rumahnya di Kampung Tegalharjo, RT 02, RW XI, Joglo, Banjarsari.
Pada saat itu, Marno diminta untuk bertanggung jawab mengurus sumur tersebut. Saat melihat sumur, ia melihat terdapat tulisan PB VIII. Seiring berjalannya waktu, Jalan Sumpah Pemuda semakin ramai.
Marno berinisiatif membangun masjid di sekitar sumur tersebut, dan terbentuklah masjid yang diberi nama Baitusyukur. Baginya, masjid adalah tempat untuk bersyukur.
"Hingga ada proyek ini, pihak proyek saya beri tahu bahwa ini adalah sumur peninggalan PB VIII. Akhirnya mereka bersedia menyelamatkannya, bahkan katanya akan dibuatkan terowongan di bawahnya."
"Pihak proyek tidak berani melanggar karena dianggap keramat. Sementara masjidnya akan dipindahkan ke lokasi lain," terang Marno.
Marno mengaku bersedia bertanggung jawab karena ingin melestarikan sejarah peninggalan PB VIII. "Ada bukti, saya ingin menyelamatkan sejarah," tegasnya.
Ketua RT 02, Sumanto, membenarkan bahwa saat pembongkaran sumur terdapat tanda-tanda bahwa sumur tersebut merupakan peninggalan PB VIII.
"Memang ada tanda-tanda peninggalan PB VIII di sumur itu. Jika mengacu pada itu, berarti sumur ini dibangun pada masa PB VII, sebelum gapura (TPU Bonoloyo) dibangun. Gapura itu baru dibangun pada masa PB IX," katanya. (uti)