TRIBUNJATENG.COM - Beragam modus pungutan liar (pungli) oleh para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap para tahanan di rumah tahanan (rutan) KPK semakin terungkap.
Terbaru, terkuak bahwa terdapat tarif bulanan yang dikenakan kepada para tahanan yang menggunakan fasilitas handphone (ponsel) selama berada di dalam rutan.
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho, mengungkapkan bahwa para tahanan diminta membayar uang bulanan sekitar Rp4 juta hingga Rp5 juta agar dapat menggunakan fasilitas handphone dalam rutan.
Hal ini menjadi sorotan karena seharusnya para tahanan tidak diizinkan membawa ponsel dan berkomunikasi dengan pihak luar.
Menurut Albertina, sebelumnya para tahanan juga diminta membayar biaya antara Rp10 juta hingga Rp20 juta agar bisa memasukkan handphonenya ke dalam sel.
"Sekitar berapa ya, 10-20 juta, selama dia mempergunakan HP itu kan, tapi nantikan ada bulanan yang dibayarkan.
Orang-orang yang bayar bulanan ya, itu tahanan yang bayar ya, bulanan itu ada yang Rp5 juta, ada yang Rp4 juta," kata Albertina.
Selain uang pangkal dan uang bulanan, para tahanan juga harus membayar ratusan ribu untuk mengecas handphonenya.
"Ngecas HP-nya sekitar Rp200-300 ribu," tambahnya.
Albertina mengungkapkan bahwa para tahanan menggunakan handphone untuk berbagai keperluan, termasuk memesan makanan dari luar melalui aplikasi online.
Sebanyak 93 pegawai KPK diduga terlibat dalam skandal ini dan sedang menjalani proses sidang etik.
Mereka, termasuk kepala rumah tahanan (karutan) KPK hingga komandan regu, diduga menyalahgunakan kewenangan dengan memberi fasilitas kepada para tahanan dan menerima uang senilai total Rp6,14 miliar.
Sebanyak 93 pegawai yang diduga terlibat itu menerima uang dengan nominal berbeda-beda, paling sedikit Rp1 juta hingga terbanyak Rp504 juta.
"Kalau kita hubungkan dengan uang-uang yang diterima itu paling sedikit itu menerima Rp1 juta, dan yang paling banyak menerima Rp504 juta sekian, itu yang paling banyak," ucap Albertina.
Saat ini para pegawai KPK yang terlibat itu tengah menjalani pemeriksaan kode etik dan pedoman perilaku.