Berita Regional

Sungguh Malang Bocah Ini, Kasatrekrim Sampai Geram Dengar Alasan Pendik Lecehkan Anak Kandung

Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pendik (tengah) diapit dua saudaranya, Senin (22/1/2024). Tiga orang ini melakukan perbuatan pelecehan seksual terhadap remaja perempuan usia 12 tahun. Korban merupakan anak Pendik dan keponakan dua saudaranya.

TRIBUNJATENG.COM, SURABAYA - Sungguh malang nasib bocah 12 tahun di Tegalsari Surabaya ini.

Ia menjadi korban pelampiasan nafsu bejat ayah kandung, dua orang paman dan kakak kandungnya.

Para pelaku saling tahu akan perbuatan mereka.

Pernah pula si ayah yang bernama Pendik merekam saat kakak kandung korban melakukan pelecehan.

Para pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap korban saat kondisi rumah sepi.

Apalagi, ibu korban yang menderita stroke kerap dirawat di rumah sakit.

Baca juga: Penyesalan Syukron yang Bohongi Istri Ngaku Dibegal, Kisah Fiktifnya Viral hingga Polisi TurunTangan

Baca juga: Tersorot Kamera Salaman dengan Kaki Mahasiswa, Prof Widodo Rektor UB Viral, Banyak yang Penasaran

Para pelaku kini telah ditangkap oleh anggota Polrestabes Surabaya.

Namun, satu pelaku diperbolehkan pulang yakni kakak kandung korban.

Pasalnya, kakak kandung korban masuk dalam golongan Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) karena masih berusia 17 tahun.

Terkuak jawaban pelaku sekaligus ayah korban, Pendik (43) yang membuat geram.

Bahkan, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono kesal dengan jawaban pelaku.

AKBP Hendro menilai alasan Pendik tidak sengaja melakukannya pada sang anak sangat tak masuk akal.

Pendik mengaku tega mencabuli anaknya karena tidak sengaja.

Ia mengira anaknya tersebut adalah istrinya.

"Saya cuma pegang-pegang, gak pernah menyetubuhi. Saya kira badan anak adalah istri," ujar Pendik, Senin (22/1/2024).

AKBP Hendro Sukmono pun menilai jawaban Pendik tak berasalan.

Sebab, aksi bejat Pendik telah dilakukan selama bertahun-tahun.

Hasil dari serangkaian penyelidikan polisi, Pendik melakukan perbuatan pelecehan seksual sejak korban kelas 3 SD.

"Anak kok dikira istri, ya beda," ucap AKBP Hendro Sukmono.

Dua paman korban, IW (43) dan MR (39) juga menjawab sekenanya.

Kedua pelaku tidak mengakui pernah menyetubuhi korban. Mereka mengatakan 'hanya' meraba-raba.

Kata mereka, perbuatan itu dilakukan atas dasar bercanda dan khilaf.

Melihat ibu korban yang stroke, para pelaku malah melakukan pelecehan seksual pada korban.

Diketahui, korban dan pelaku sehari-hari tinggal di rumah lantai 2 yang luas bangunannya sekitar 4x6 meter.

Rumah itu dihuni beberapa keluarga.

Hampir tak ada ruangan di rumah itu.

Korban serta keluarganya menempati salah satu kamar di lantai 2.

Kasus tersebut terungkap awal Januari 2024 lalu.

Mulanya, MNA (17), kakak korban pulang ke rumah dalam kondisi mabuk dan mengajak korban berhubungan badan.

Korban saat itu menolak, karena dalam keadaan menstruasi.

"Pelaku (MNA) kemudian melampiaskan hasrat dengan cara meraba-raba badan korban," ucap AKBP Hendro Sukmono.

Usai kejadian itu, korban terlihat murung, menyendiri, dan kerap menangis.

Sampai akhirnya sang ibu curiga.

Setelah ditanyai secara detail, barulah saat itu korban mengaku bertahun-tahun dilecehkan oleh ayah, kakak, serta dua pamannya.

Ada kisah miris dalam pengakuan korban.

Korban mengaku sang ayah pernah merekam saat korban disetubuhi anak pertamanya.

Ayah bernama Pendik itu juga mengetahui kalau dua saudaranya (paman korban) kerap melecehkan korban.

"Jadi mereka saling tahu, tapi saling menutupi dan tidak pernah saling membahas," terang AKBP Hendro Sukmono.

Kakak korban, yaitu MNA telah ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, dia tidak ditahan di Polrestabes Surabaya.

Alasan polisi tidak menahan tersangka karena kakak korban masih usia 17 tahun.

Sehingga penahanan terhadap MNA dilaksanakan di shelter atau tempat khusus untuk menahan anak-anak yang berhadapan dengan hukum.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas PPA Kota Surabaya, Lingga Mahawa mengatakan, korban saat ini dalam kondisi sangat terpuruk, dan tidak bisa didekati banyak orang.

Pihaknya mengaku siap mendampingi hingga korban benar-benar pulih.

"Kami juga akan memastikan korban bisa terus mengenyam pendidikan," katanya.

Korban kini dalam pantauan psikiater.

Tim Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dari kepolisian dan dinas terkait mengatakan, korban mengalami trauma.

Sementara itu, polisi menjerat 4 pelaku dengan Pasal 81 dan atau 82 UU RI No 17 Tahun 2016, tentang Persetubuhan atau Pencabulan terhadap Anak.

(TribunJatim.com)

Berita Terkini