Berita Jateng

Curhat dan Keluhan Keluarga Oki Tahanan Meninggal Dunia Selepas Putusan Pengadilan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

LBH Yogyakarta saat melakukan konferensi pers terkait fakta persidangan 4 Polisi pada kasus meninggalnya tahanan di Polresta Banyumas via YouTube, Kamis (25/1/2024).

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Keluarga Oki Kristodiawan (27) mengaku kecewa terhadap putusan pengadilan terkait vonis empat polisi yang menganiaya Oki hingga berujung meninggal dunia.

Oki warga RT 1 RW 2, Purwosari, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas meninggal dunia akibat kasus salah tangkap yang dilakukan oleh Tim Resmob Polsek Baturaden pada 18 Mei 2023. 

Ia dituduh melakukan pencurian sepeda motor. Kemudian ditangkap lalu dihajar oleh sejumlah polisi.

Tak sampai di situ, ia sempat dimasukan ke sel tahanan Polresta Banyumas lalu ada polisi yang memerintahkan para tahanan untuk menghajarnya.

"Memang kasus ini sudah putusan tetapi kami masih kecewa dengan Polresta Banyumas dan Polda Jawa Tengah," ucap perwakilan Keluarga Oki, Purwoko saat konferensi pers fakta persidangan 4 Polisi pada Kasus meninggalnya Tahanan di Polresta Banyumas via YouTube, Kamis (25/1/2024).

Dalam kasus ini, setidaknya ada tiga putusan pengadilan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.

Putusan pertama dengan terdakwa Aditya Andjar Nugroho (34) telah divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim, Senin (11/12/2023).

Aditya merupakan polisi berpangkat brigadir yang didakwa memerintahkan para tahanan sebanyak 10 terdakwa untuk melakukan penganiayaan terhadap korban.

Ke-10 terdakwa meliputi Yoga Triprasongko (37), Dumadi Asmuni (28),  Zalisnu Ardanu (19), Indra Wahyu Nurgoho (27), Gunawan Wibisono (25), Solihin (33), Dimas Iqro (23), Luki Wibowo (24), Yanuar Ardi Mulyawan (19), dan Afri Dwi Saputra (19).

Hukuman penjara terhadap masing-masing terdakwa selama 1 tahun 6 bulan kurungan penjara, Kamis (11/1/2024).

Sisanya, tiga polisi masing-masing Andriyanto Anggun Widodo (39), Alfian Lutfi Arianto (25), dan I Made Arsana (36) divonis hukuman tujuh tahun,  Selasa (9/1/2024).

"Kami menilai jaksa penuntut umum kurang berintegritas," imbuh Purwoko.  

Ia menjelaskan, kekecewaan lainnya dari keluarga korban terhadap jalannya kasus tersebut yaitu polisi tidak melakukan rekontruksi saat almarhum Oki bersama temannya mengalami penyiksaan.

Rekontruksi hanya dilakukan di sel titipan Polresta Banyumas.

"Pada poin ini kami sangat kecewa," katanya.

Begitupun soal polisi yang ditetapkan sebagai tersangka, ia menilai, berdasarkan keterangan saksi anak dari teman-teman Oki ada lebih dari 8 orang yang melakukan penyiksaan.

Namun, hanya sebanyak 4 polisi yang ditarik ke ranah pidana.

"Kanit Reskrim Baturaden dan Ketua Tim Resmob dan dua anak buah lainnya tidak ditetapkan tersangka," bebernya.

Melihat kondisi itu, lanjut dia, menjadi penanda penegakan hukum dalam kasus ini hanya setengah-setengah.

Baginya, penanganan kasus ini kontras dengan yang disampaikan Kapolda Jateng.

Kala itu, Kapolda menyampaikan akan mengusut tuntas kasus salah tangkap ini.

"Faktanya hanya empat orang yang jadi tersangka, empat sisanya tidak menjadi tersangka itu sangat mengecewakan," jelasnya.

Di tengah tak puasnya terhadap putusan pengadilan, keluarga juga mendapatkan intimidasi selama proses persidangan.

Purwoko mengaku, pihak keluarga yang mengalami intimidasi dialami adik korban.

"Desi adik almarhum diintimidasi di depan ruang persidangan. Polisi yang mendatangi kami menggertak Desi lewat video-video yang telah mereka pegang," ucapnya.

Kondisi tersebut dibenarkan oleh pendamping keluarga korban dari LBH Yogyakarta. 

Selama pendampingan, kuasa hukum keluarga ikut menyaksikan intimidasi yang terjadi selama berjalannya proses hukum.

Intimidasi dilakukan baik secara langsung maupun tak langsung.

Semisal ketika  setiap sidang berlangsung selalu penuh dengan polisi baik berseragam maupun tidak.

Kemudian banyak polisi mendatangi keluarga lalu mengajak salaman.

"Adapula kata-kata polisi berupa video mu sudah ada di saya lho yang ditunjukkan ke adik almarhum," ucap Perwakilan LBH Yogyakarta, Puteri.

Ia menuturkan, ada beberapa fakta-fakta lainnya dari persidangan yang terkuak di antaranya muncul nama-nama lain di institusi polri.

Sayangnya, polisi yang diadili hanya pelaksana teknis. Artinya, pemberi perintah belum ikut terseret.

Padahal seharusnya atasan polisi yang melakukan pelanggaran harus dimintai pertanggungjawabannya.

"Kami temukan pula adanya tendensi menutupi tindakan polisi oleh kawannya," ujarnya.

Fakta-fakta lainnya, lanjut dia, penyiksaan almarhum Oki dilakukan pula di ruang Kanit Reskrim Polsek Baturaden.

Selain itu, saksi dari polisi bernama Rizki ketika mau diperiksa almarhum tetapi dicegah oleh saksi Dedi yang menyuruh membiarkan saja dengan alasan korban hanya berpura-pura tidak waras.

Lebih parahnya, dalam buku mutasi tahanan masuk, ada penyobekan buku mutasi yang disepakati Dedi dan Yayan tujuannya untuk menutupi tahanan Oki yang masuk ke Polresta Banyumas.

Divisi Hukum dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Azlia Amira Putri mengatakan, kasus penganiayaan Oki yang menjerat polisi terdapat dua perkara.

Perkara pertama menyeret  brigadir Aditya Anjar Nugroho yang memerintahkan 10 tahanan menghajar korban di sel tahanan Tahti Polresta Banyumas. 

Berkas satunya, terdakwa Andriyanto Anggun Widodo (39) mengaku memukul satu kali di punggung, Alfian Lutfi Arianto (25) melakukan pemukulan sebanyak dua kali di punggung, dan I Made Arsana (36) melakukan pemukulan satu kali di perut.

"Berdasarkan pengakuan para terdakwa mereka melakukan pemukulan untuk melakukan tekanan terhadap almarhum Oki," jelasnya.

Dalam kasus ini, ada tiga saksi anak berinisial D, N, A, yang turut Ditangkap dan mendapatkan penyiksaan.

"Saksi anak mendengar teriakan, suara pukulan hingga melihat polisi melihat potongan bambu masuk ke ruang penyiksaan yakni di ruang Reskrim," ungkapnya.

Bukan Ulah Oknum 

Perwakilan YLBHI dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri ,  Arif Maulana menerangkan,  Oki Kristodiawan (27) merupakan korban salah tangkap yang menambah deretan panjang catatan hitam polisi.

Merujuk data Kontras sebanyak 51 orang menjadi korban salah tangkap oleh polisi di seluruh Indonesia selama kurun Juli 2018-Juni 2019.

Lebih melokal, LBH Jakarta mendampingi korban kasus salah tangkap di area Jabodetabek sebanyak 10 kasus selama tahun 2016-2022.

"Korban salah tangkap ternyata tak sedikit, lantas apakah berhenti? tentu tidak, masih ada kasus serupa muncul baru-baru ini semisal di Manokwari dan  Bengkulu," jelasnya.

Menurutnya , kasus yang dialami almarhum Oki bukan masalah 'oknum' polisi, melainkan imbas dari kondisi lembaga Bhayangkara yang sistematis dan struktural.

Masalah itu, dapat dilihat dari adanya kultur kekerasan dengan praktik penyiksaan yang dilanggengkan di tubuh Polri terutama saat rekrutmen pendidikan anggota Polri.

Kemudian tidak menegakan hukum secara profesional transparan dan akuntabel.

Kewenangan besar kepolisian dalam hukum pidana baik sebagai penyelidik dan penyidik.

Selain itu, tidak ada pengawasan terhadap proses hukum yang dilakukan penyelidikan dan penyidikan polisi maupun upaya paksa.

"Kompolnas memang ada tapi hanya penasihat bukan pengawas," katanya.

Dari berbagai kasus salah tangkap yang terjadi, Arif menilai, ada pola-pola praktik salah tangkap polisi yang dimulai dari pelanggaran hak-hak tersangka dan terdakwa. 

Korban ditangkap dan ditahan tanpa dasar atau alat bukti yang cukup.

Penahanan dilakukan sewenang-wenang baik di kantor kepolisian maupun di tempat lain yang sudah disiapkan.

"Lalu tidak didampingi kuasa hukum hingga terjadi penyiksaan untuk memperoleh pengakuan dan pola-pola lainnya," paparnya.

Terpisah, Kapolda Jateng Irjen Ahmad Lutfi mengatakan, dari kasus tersebut sebagai pembelajaran ke jajaran Polda Jateng untuk melakukan tugas pokok menegakan hukum tetapi tidak boleh melanggar hukum.

"Menjadi komitmen kita untuk lakukan penyidikan secara transparan sehingga institusi kita lebih sehat dalam rangka memberikan keadilan kepada masyarakat," tandasnya. (Iwn)

Baca juga: Pj Bupati Jepara H Edy Supriyanta Ajak Masyarakat Merawat Stadion Gelora Bumi Kartini Jepara

Baca juga: Perjuangan Ayah di Jambi  Jalan Kaki ke Jakarta Cari Keadilan untuk Anaknya yang Jadi Korban Asusila

Baca juga: Pemkab Kendal Melaksanakan Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2024

Baca juga: Polres Tegal Kota Siapkan Pasukan Khusus Untuk Mengamankan Pemilu 2024, Siaga 24 Jam

Berita Terkini