Penerimaan Pajak Hilang Rp 75,52 Triliun Gara-gara Insentif bagi UMKM

Editor: Vito
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi - umkm

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan insentif berupa tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5 persen.

Insentif itu dapat digunakan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) atau WP Badan Dalam Negeri yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.

Namun, pengenaan tarif PPh final tersebut memiliki masa berlaku. Berdasarkan Pasal 59 Peraturan Pemerintah (PP) No. 55/2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5 persen paling lama 7 tahun untuk WP OP, 4 tahun untuk WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan 3 tahun untuk WP badan perseroan terbatas.

Jangka waktu tersebut terhitung sejak WP terdaftar bagi WP yang terdaftar setelah tahun 2018, atau sejak tahun 2018 bagi WP yang terdaftar sebelum tahun 2018.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA), Fajry Akbar mengatakan, insentif pajak tersebut diberikan dalam bentuk dorongan agar UMKM bisa naik kelas. Namun, insentif tersebut hanya bersifat sementara.

Sementara setelah jangka waktu, bagi WP OP dapat menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN) untuk kemudahan. Sedangkan untuk WP Badan, apabila memenuhi syarat maka bisa memanfaatkan fasilitas Pasal 31E dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Meski demikian, Fajry menyoroti kontribusi pajak UMKM yang belum optimal. Berdasarkan laporan belanja perpajakan, tarif PPh Final UKM biayanya diperkirakan mencapai Rp 18,99 triliun di 2024.

"Jadi ada potensi penerimaan pajak sebesar Rp 18,99 triliun yang hilang sebagai konsekuensi pemberian insentif PPh 0,5 persen," ujarnya, kepada Kontan.co.id , Kamis (25/1).

Namun, menurut dia, itu baru memperhitungkan PPh, belum memasukkan pajak pertambahan nilai (PPN). Mengingat pengusaha dengan omzet kurang dari Rp 4,8 miliar tidak wajib pungut PPN, maka biayanya diperkirakan akan mencapai Rp 56,53 triliun.

Sehingga, dia menambahkan, ada potensi penerimaan pajak sebesar Rp 56,53 triliun yang hilang sebagai konsekuensi tidak wajib pungut PPN.

"Dari dua itu saja sudah Rp 75,52 triliun. Bayangkan, dengan uang sebesar itu kalau dialokasikan untuk kenaikan gaji guru atau dosen? Kalau digunakan untuk membiayai fasilitas kesehatan? Pelayanan kesehatan kita pasti jauh lebih baik," tukasnya. (Kontan.co.id/Dendi Siswanto)

 

Berita Terkini