TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Ganjar Pranowo dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penerimaan gratifikasi Direktur Utama Pelat Merah periode 2014-2023 Supriyatno
Modus dugaan gratifikasi yang dilaporkan, yaitu berupa cashback.
Untuk nominalnya mencapai Rp 100 miliar lebih.
Baca juga: BREAKING NEWS, IPW Laporkan Ganjar Pranowo ke KPK, Dugaan Kasus Gratifikasi
Baca juga: Fakta Foto Asusila yang Buat Siswa SMP Dihajar Teman Sekelas, Ini Alasan Korban Kirim ke Adik Pelaku
Laporan itu sebelumnya diadukan oleh Indonesia Police Watch (IPW).
"Setelah kami cek, betul ada laporan masyarakat dimaksud," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (5/3/2024).
Ali mengatakan KPK bakal menindaklanjuti laporan tersebut.
"Kami segera tindaklanjuti dengan verifikasi lebih dahulu oleh bagian pengaduan masyarakat KPK," katanya.
Sebelumnya, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso melaporkan Supriyatno dan Ganjar karena mereka diduga menerima gratifikasi.
Sugeng menyebut modus dugaan gratifikasi yang dilaporkan, yaitu berupa cashback.
"Jadi pertama (inisial) S, mantan Dirut Bank 2014-2023, kemudian juga GP," kata Sugeng kepada wartawan, Selasa (5/3/2024).
"IPW melaporkan adanya dugaan penerimaan gratifikasi dan/atau suap yang diterima oleh Direksi Bank dari perusahaan-perusahaan asuransi yang memberikan pertanggungan jaminan kredit kepada kreditur Bank. Jadi istilahnya ada cashback," imbuhnya.
Sugeng mengungkapkan nilai cashback diperkirakan jumlahnya 16 persen dari nilai premi. Cashback 16 persen itu dialokasikan ke tiga pihak.
"Lima persen untuk operasional Bank Jateng baik pusat maupun daerah, 5,5 persen untuk pemegang saham Bank yang terdiri dari pemerintah daerah atau kepala-kepala daerah yang 5,5 persen diberikan kepada pemegang saham pengendali Bank yang diduga adalah kepala daerah Jawa Tengah dengan inisial GP," katanya.
Dikatakan Sugeng, pemegang saham pengendali Bank adalah Gubernur Jateng yang dalam periode itu adalah Ganjar Pranowo.
Sugeng menduga perbuatan itu dilakukan dalam kurun 2014-2023. Totalnya, menurut Sugeng, lebih dari Rp100 miliar.
"Itu diduga terjadi dari 2014 sampai 2023. Jumlahnya besar loh kalau dijumlahkan semua mungkin lebih dari 100 miliar untuk yang 5,5 persen tuh. Karena itu tidak dilaporkan ini bisa diduga tindak pidana," katanya. (Tribunnews)