Oleh: Sri Subandiyah, S.Pd., TK Lestari 2 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal
Gangguan yang paling sering menimpa anak-anak dan jarang disadari oleh orang tua ialah developmental language disorder (DLD), yakni suatu gangguan perkembangan bahasa. Berdasarkan survei yang dilakukan dalam studi di Journal of Communication Disorders oleh European Cooperation in Science and Technology Action IS1406, hanya 60 persen yang mengetahui atau mendengar istilah gangguan perkembangan bahasa (DLD). Hal itu berarti bahwa kesadaran tentang potensi keterlambatan bahasa pada anak masih minim. Sementara itu, beberapa survei menyebutkan bahwa sekitar 5 sampai 10 persen anak di sekolah mengalami gangguan berbahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Hal ini tentu menjadi suatu isu yang mengkhawatirkan dalam dunia pendidikan anak sebab gangguan berbahasa anak dapat memengaruhi aspek perkembangan yang lain, seperti perkembangan kognitif, motorik, sosial emosional, agama, dan moral. Mirisnya, orang tua sering kali tidak menyadari gangguan bahasa yang dialami oleh anak. Bahkan, beberapa orang tua beranggapan bahwa keterlambatan berbahasa anak bukan hal yang penting dan akan teratasi seiring dengan pertambahan usia anak. Padahal, hal itu justru menjadi awal gangguan-gangguan perkembangan anak yang lainnya.
Gangguan perkembangan bahasa anak dapat dikenali apabila orang tua atau pendidik memiliki pengetahuan tentang kriteria atau aspek-aspek keterampilan bahasa. Dengan mengomparasikan antara keadaan faktual anak dan aspek-aspek tersebut, dapat diketahui sejauh mana tingkat keterampilan berbahasa anak. Sebagaimana yang telah diketahui, bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi antarmanusia, termasuk anak usia dini. Bahasa memiliki arti penting bagi anak usia dini. Pertama, anak usia dini mengenal dunia sekitarnya melalui bahasa. Mekanisme pengenalan dunia sekitar dimulai dari kinerja pancaindranya yang dilanjutkan ke saraf pusat. Kedua, anak usia dini membutuhkan bahasa untuk mengungkapkan keinginannya sehingga terciptalah proses komunikasi dan interaksi antara anak dan orang sekitar. Ketiga, melalui bahasa, aspek perkembangan anak akan tercapai dengan baik, mulai dari aspek agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, sosial-emosional, bahasa, dan seni.
Di satuan pendidikan, guru memiliki peran sentral dalam meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak, salah satunya melalui pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran yang dimaksud adalah metode bercerita. Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar dengan cerita. Melalui metode bercerita anak mendapat pengalaman serta pengetahuan yang akan disampaikan melalui cerita secara lisan. Selain itu, metode bercerita dapat membantu anak dalam mengembangkan dan melatih kemampuan bahasa yang anak miliki.
Kemampuan menyimak cerita merupakan kecakapan literasi dini yang sangat penting. Anak yang sering diceritakan kisah-kisah akan mengakrabi elemen sastra, seperti tokoh cerita, latar, tema, pesan cerita, juga alur cerita. Pengetahuan perihal elemen cerita akan memudahkan pemahamannya ketika ia membaca sendiri buku-buku cerita. Kemampuan pengetahuan terhadap alur dan elemen cerita ini akan mengembangkan skema dalam kognisinya tentang konsep cerita. Di akhir fasenya, ketika seorang anak sudah dapat menulis, ia dapat menuangkan konsepsi ini dalam peta konsep ceritanya.
Anak-anak yang berumur 4 sampai 6 tahun mengeksplorasi dunianya dengan banyak berbicara dan bercerita. Ketika dibacakan buku pun, mereka akan merespons secara lisan atau menunjukkan minat terhadap cerita melalui ekspresi wajah dan gestur. Untuk melatih pemahaman anak terhadap cerita, kegiatan menceritakan ulang sebuah cerita yang baru dibacakan merupakan metode yang dapat mengembangkan kemampuan bertutur mereka.