Berita Kudus

Tari Cahya Nojorono, Upaya Mempertahankan Caping Kalo Khas Kudus

Penulis: Rifqi Gozali
Editor: muh radlis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penari mengangkat caping kalo saat mementaskan Tari Cahya Nojorono dalam pentas Komptemplasi Mahakarya Caping Kalo di halaman Pendapa Kudus, Sabtu (27/4/2024) malam.

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Para penari berbalut busana kebaya putih dan merah tampil energik. Di tengah tarian sesekali mereka mengangkat caping kalo berbentuk lingkaran dalam pementasan Tari Cahya Nojorono ciptaan maestro tari Indonesia Didik Nini Thowok dalam Kontemplasi Mahakarya Caping Kalo di halaman Pendapa Kabupaten Kudus Sabtu (27/4/2024) malam.

Sebelum puncak pementasan tari Cahya Nojorono, terlebih dulu pianis kenamaan Ary Sutedja membawakan 9 lagu. Dari lentik jemarinya lahirlah nada musik klasik yang memenuhi pendapa. Lebih menarik dalam nada piano Ary ada satu nomor yang dilengkapi dengan iringan tarian lajur caping kalo. Lalu juga hadir penyanyi bass asal Yunani Christophoros Stamboglis yang membawakan beberapa lagu misalnya I’ve Got You Under My Skin, Begin The Beguine, dan Do Not Ask My Sky.

Selama Ary memainkan pianonya, hadirin yang memenuhi pendapa tampak khidmat. Mereka tampak begitu menikmati tarian jemari Ary dalam memainkan nada. Barulah hujan tepuk tangan turun saat Ary menyudahi permainan jemarinya di atas tuts piano.

Seusai Ary purna tampil barulah hadirin dialihkan ke halaman Pendapa Kudus. Di sana sudah terdapat panggung dengan latar layar digital. Tidak berselang lama maestro tari Indonesia muncul ke tengah-tengah panggung. Dia menampilkan tari ciptaannya sendiri: Dwi Muka. Tarian komikal yang cukup singkat ini mampu membawa penonton untuk menjelajah ke berbagai kebudayaan mulai Jawa, Bali, Cirebon, bahkan sampai Jepang dalam bentuk ikhtisar.

Barulah setelah itu Tari Cahya Nojorono ditampilkan. Para penari masuk ke panggung dari kanan dan kiri. Para penari ini merupakan karyawan PT Nojorono Kudus yang dilatih secara khusus oleh Didik Nini Thowok. Dalam tarian kali ini menampilkan formasi 3 dan 2 yang menandakan tahun berdirinya PT Nojorono 1932. Kemudian untuk penutup diakhiri dengan formasi 14 dan 10 penari sebagai penanda bahwa Nojorono dikukuhkan pada tanggal 14 Oktober 1932.

Tari Cahya Nojorono yang berdurasi sekitar 10 menit ini memberikan gambaran proses pengolahan daun tembakau sejak masih hijau sampai siap untuk diolah atau berwarna cokelat. Tak ayal dalam tarian yang diciptakan oleh Didik Nini Thowok ini juga terdapat properti pelengkap berupa daun. Dan tidak lupa para penari juga dilengkapi properti berupa caping kalo.

“Bedanya kalau Tari Lajur Caping Kalo itu menggambarkan proses pembuatan caping kalo, kalau Tari Cahya Nojorono ini proses pengolahan daun tembakau. Tapi tetap kami memberikan unsur caping kalo di dalam Cahya Nojorono,” kata Didik Nini Thowok.

Tari Cahya Nojorono ini dikemas dalam tiga segmen. Pada segmen pertama, gerakan tari menggambarkan seorang petani yang gendak memulai masa panen tembakau dengan berdoa. Dalam segmen ini dilengkapi dengan gerakan melingkar sebagi bentuk gambaran para petani bersatu untuk memilih daun tembakau terbaik.

Segmen kedua, gerak penari tampak gemulai mengayunkan daun-daun. Gerakan ini menunjukkan proses dinamika tantangan musim kesiapan daun tembakau sebagai bahan baku utama hingga siap olah, yang diakhiri dengan kemunculan penari yang memerankan tokoh Krisna muda. Kemunculan Krisna muda yang tampil menggunakan topeng, merepresentasikan makna penyangkalan jati diri dan ego individu untuk menyelaraskan diri dengan nilai-nilai luhur yang dianut PT Nojorono.

Memasuki segmen ketiga, melanjutkan representasi makna bersatu dan berdoa, Krisna muda mengusung sebuah bola yang menjadi perwakilan makna hasil kerja, yakni berkarya yang memberikan cahaya.

Seluruh rangkaian ini berlangsung khidmat sekaligus meriah. Ratusan penonton dibuatnya terbuai. Ini semua merupakan ikhtiar untuk mempertahankan warisan budaya lokal Kudus berupa caping kalo. Cara pengenalannya juga cukup menarik, yaitu dengan mengawinsilangkan caping kalo dengan alunan musik. Setelahnya caping kalo dipadu-padankan dengan seni tari.

Upaya untuk melestarikan caping kalo selama ini memang menjadi konsentrasi PT Nojorono Kudus. Upaya ini sangat beralasan. Sebab eksistensi caping kalo kian memudar. Kehadirannya hanya saat-saat tertentu sebagai pelengkap busana khas Kudus. Selaras dengan hal tersebut perajin caping kalo di Kudus hanya tinggal dua orang.

Direktur PT Nojorono Tobacco International Arief Goenadibrata mengatakan, caping kalo sebagai entitas budaya lokal Kudus turut meramaikan khazanah budaya Indonesia. Hanya saja ketika tidak dilestarikan, caping kalo akan musnah ditelan zaman.

“Untuk itu Nojorono Kudus berkomitmen untuk memberdayakan siapapun yang ingin mempelajari warisan sejarah khas Kudus yaitu caping kalo. Kami berharap Tari Cahya Nojorono ini dapat dinikmati menjadi suatu mahakarya indah dan dapat ditampilkan sebagai sumbangsih peran Nojorono dalam pelestarian budaya Indonesia,” kata Arief.

Berita Terkini