TRIBUNJATENG.COM, JEPARA -- Warga Desa Tulakan, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara menyambut antusias tradisi jembul tulakan, Senin (20/5). Pantauan Tribun Jateng di lokasi, warga memadati lokasi pelaksanaan tradisi tersebut.
Kodriyah (45), warga warga Dukuh Krajan, Desa Tulakan, mengatakan bahwa tradisi ini sudah ada bertahun-tahun. Dia menyebut, biasanya masyarakat mengambil jembul untuk diletakkan di sawah supaya hasil pertanian lancar.
"Biasanya memang setelah acara banyak yang minta jembul, untuk ditaruh di sawah atau lainnya," kata Kodriyah.
Kepala Desa Tulakan, Budi Sutrisno mengatakan, tradisi yang sudah turun temurun dilakukan masyarakat Desa Tulakan sebagai bentuk penghormatan kepada Ratu Kalinyamat. Tradisi sedekah bumi itu digelar setiap Senin pahing bulan Zulqaidah.
“Ada empat jembul utama yang dibawa setiap perwakilan dukuh di Desa Tulakan,” kata Budi kepada Tribun Jateng.
Budi menjelaskan, tradisi tahunan ini sebagai bentuk untuk mengenang satu peristiwa bersejarah dari Ratu Kalinyamat. "Tradisi ini bermula karena adanya kepercayaan kepada Ratu Kalinyamat, sumpah sang satu atas kesetiaan dan kecintaan kepada mendiang suaminya," kata Budi.
Dia menuturkan bahwa tradisi ini untuk mengenang peristiwa ketika Sang Ratu melakukan sumpah dan tapa wuda sinjang rambut di Pertapaan Sonder. Dari situ kata Budi, ditemukan bukti rambut dibungkus bambu di Bukit Donorojo.
"Dengan kesadaran meninggalkan kemewaan, ini bukti kecintaan Sang Ratu, menegakkan keadilan pada masa itu. Dari situ muncul upacara jembul tulakan," jelasnya.
Upacara jembul tulakan, kata dia, juga menjadi sarana sedekah bumi dan atas limpahan rezeki yanh diterima masyarakat Desa Tulakan. "Jembul ini merupakan ucapan rasa syukur terima kasih atas limpahan Rahmat terhadap masyarakat desa," tambahnya.
Ada dua jenis jembul yang diarak, yakni jembul lanang (laki-laki) dan jembul wadon (perempuan). Perbedaan kedua jenis jembul ini terletak pada susunan dan isi gunungan.
"Jembul berisi aneka makanan seperti gemblong, jenang, pisang dan lain-lain, diisi bilangan bambu yang disisir," papar Budi.
Jembul lanang dipasangi sebuah golekan, yang melambangkan tokoh dari setiap dusun. Adapun jembul wadon berisi nasi ambengan beserta lauk pauk di dalamnya.
"Ada empat jembul yang mewakili setiap dusun, yakni Dukuh Krajan, Ngemplak, Winong dan Drojo," tambahnya.
Jembul pertama, lanjutnya, merepresentasikan Kamituwan Krajan ditandai dengan tokoh Sayid Usman. Jembul kedua merupakan golek dari tokoh Suto Mangun Joyo. Jembul ketiga dari Dukuh Winong melambangkan golek prajurit yang gagah perkasa. Jembul keempat dari Kamituwan Drojo menyimbolkan tokoh Mbah Leseh.
"Empat jembul ini mempunyai makna Nayoko Projo, bakti penghormatan kepada Ratu Kalinyamat," tandasnya.