TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah menilai kebijakan pemerintah yang mewajibkan potongan gaji ke pekerja untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bakal memberatkan para pengusaha dan pekerja.
Ketua Apindo Jateng Frans Kongi meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut, terutama bagi perusahaan swasta.
"Kami minta kepada pemerintah supaya Tapera ini jangan diperlakukan dulu bagi perusahaan swasta. Tapi silakan (bila diberlakukan) untuk ASN, TNI, atau Polri," kata Frans saat dihubungi Tribun Jateng, Rabu (29/5/2024).
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2024.
Baca juga: Buruh Jateng: Kami Khawatir Tapera Jadi Ladang Korupsi Baru
Isi pada beleid tersebut di antaranya mengenai pemotongan gaji para pekerja, termasuk karyawan swasta dan pekerja mandiri sebesar 3 persen per bulan sebagai iuran peserta Tapera.
Adapun rinciannya, sebesar 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja.
Sedangkan khusus untuk pekerja mandiri dibayarkan secara mandiri.
Menurut Frans, kebijakan mengenai Tapera ini bakal menambah beban perusahaan di mana selama ini menurutnya beban biaya yang dikeluarkan sudah besar.
"Sekarang kewajiban kami terhadap karyawan atau premi yang kami bayar baik untuk jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kecelakaan kerja, kesehatan karyawan, dan juga untuk pesangon itu sudah tinggi sekali mencapai 19 persen. Ini sudah terlalu berat bagi dunia usaha. Apalagi kalau beban ditambah," ujarnya.
Frans lebih lanjut berpandangan bahwa kebijakan tersebut hanya bersifat duplikatif, mengingat pembiayaan perumahan bagi rakyat sudah ada manfaat layanan tambahan dari BPJS Ketenagakerjaan.
"Itu ada dana Jaminan Hari Tua ada Rp400triliunan (460 triliun). Aturannya (Sesuai PP nomor 21 Tahun 2024), 30 persen bisa dipakai untuk perumahan pekerja dan itu masih banyak belum dipergunakan.
Jadi bagi kami itu sebenarnya duplikasi kalau ada Tapera lagi, sehingga kami minta kepada pemerintah supaya Tapera ini jangan diberlakukan dulu bagi perusahaan swasta," ungkapnya.
Di sisi itu Frans memandang Tapera memiliki tujuan baik di mana untuk kesejahteraan kepemilikan rumah. Namun ia menyayangkan bila itu harus dibebankan ke perusahaan.
"Perlindungan sosial itu menjadi kewajiban pemerintah. Kita (pengusaha) tidak bisa melaksanakan ini, terlalu berat bebannya," imbuhnya. (idy)