TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI H Abdul Wachid prihatin dengan aktivitas sekitar 100 ribu jemaah umrah asal Indonesia yang dicurigai ingin "mendompleng" ikut ibadah haji pada tahun ini.
Menurutnya, aktivitas jemaah umrah yang tak mengantongi visa haji itu berpotensi mengacaukan ibadah dan pelayanan terhadap 241.000 jemaah haji asal Indonesia yang memang masuk kuota resmi tahun ini.
Kekacauan itu terjadi saat puncak ritual ibadah haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).
Menurut Abdul Wachid, kekacauan itu seperti yang pernah terjadi pada ibadah haji tahun 2023. Saat itu, jemaah haji kuota resmi asal Indonesia banyak yang tidak mendapat layanan maksimal saat berada di Armuzna.
Mulai dari armada bus pengangkut jemaah, tenda saat mabit hingga makanan serta minuman agar kondisi dan stamina tubuh tetap terjaga.
Penyebabnya, diduga karena ulah jemaah umrah asal Indonesia yang menyerobot jatah calon haji kuota resmi.
Jemaah umrah itu datang lebih dulu ke lokasi Armuzna dengan menumpang bus yang mestinya untuk jemaah haji resmi asal Indonesia. Lalu, mereka juga menempati lebih dulu tenda mabit untuk jemaah haji asal Indonesia dan seterusnya.
Baca juga: 100.000 Jemaah Umrah Belum Pulang, Diduga Mau Haji Colongan
Baca juga: Arab Saudi Kantongi Data Investigasi Penjual Paket Haji dengan Visa Non-Haji
Baca juga: Siapa Sosok Selebgram yang Jual Paket Haji Gunakan Visa Ziarah? Masih Ditahan di Arab Saudi
"Penyedia layanan di Arab Saudi tahunya itu jemaah dari Indonesia. Padahal sebenarnya mereka bukan jemaah haji kuota resmi, tapi jemaah umrah. Ini nanti yang bikin kacau karena jumlah yang umrah ini sekitar 100 ribu atau hampir separuh dari kuota jemaah haji Indonesia," kata wakil rakyat asal Fraksi Gerindra ini, Jumat (7/6/2024).
Sekitar 100 ribu jemaah umrah asal Indonesia itu diperkirakan mulai masuk ke Arab Saudi pada awal Mei lalu. Dan diperkirakan baru kembali pada Juli mendatang.
Mereka bisa lama di Arab Saudi karena mengantongi visa ziarah atau bisa umrah yang durasinya bisa sampai 3 bulan. Para jemaah ini masih di Arab Saudi pada musim haji seperti sekarang ini.
Diperkirakan mereka akan masuk ke Armuzna dan berbaur dengan para jemaah haji dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Diduga aktivitas jemaah umrah ini (jemaah haji ilegal) bisa dilakukan karena adanya kerjasama antara pihak travel dengan masyariq yang ada di Arab Saudi.
Menurut Abdul Wachid, keberadaan 100 ribu jemaah umrah itu tak hanya berpotensi menyerobot jatah layanan milik jemaah haji resmi asal Indonesia. Keberadaan mereka juga bisa memicu masalah lain.
Ia mencontohkan jika para jemaah umrah itu mengalami kecelakaan, kebakaran atau insiden lainnya. Menurutnya, proses pendampingan akan rumit karena mereka tergolong jemaah haji ilegal.
Tak hanya itu, saat ini pihak Arab Saudi juga sedang gencar melakukan razia untuk menangkap para jemaah yang tidak mengantongi visa haji resmi.
Jika tertangkap, maka jemaah itu akan kena sanksi tegas. Mulai dari penjara 1 bulan, denda 10 ribu real (setara Rp 45 juta) dan larangan tidak boleh masuk ke Arab Saudi selama 10 tahun.
Aksi razia pihak Arab Saudi sudah mulai terlihat hasilnya. Salah satunya terlihat dari tertangkapnya 37 jemaah asal Indonesia yang viral beberapa hari terakhir.
"Kalau jumlah yang tertangkap puluhan ribu atau bahkan 100 ribu, itu nanti ngurusnya bagaimana? Tapi meski mereka jemaah haji ilegal, negara tetap harus hadir karena bagaimanapun juga mereka itu warga negara Indonesia. Nahh ini masalahnya," jelasnya.
Baca juga: Gelang Haji Indonesia Ternyata Dibuat di Jepara, Dipercaya Kemenag Sejak 2009
Baca juga: Komisi VIII DPR Dorong Kemenag Tuntut Ganti Rugi ke Pihak Syarikah Terkait Buruknya Layanan Haji
Komisi VIII DPR, kata Abdul Wachid tak ingin persoalan ini terus berulang. Oleh karena itu, pihaknya mendorong berbagai pihak terkait mulai dari Kemenag, Kemenlu, Imigrasi hingga travel duduk bersama mencari solusi.
"Pihak Imigrasi harus berani buka-bukaan data, sebenarnya yang berangkat dan sudah balik berapa, dan yang masih di sana berapa? Imigrasi pasti tahu karena pintu keluar masuk lewat mereka. Kalau data sudah diketahui bisa diurai celahnya di mana, solusinya bagaimana," jelasnya.
Abdul Wachid mengakui jika persoalan di lapangan memang rumit dan banyak celah. Namun dengan komitmen dan upaya bersama untuk penyelenggaraan dan pelayanan jemaah haji yang lebih baik maka berbagai celah itu bisa ditutup.
"Ini saya berangkat ke Tanah Suci untuk pengawasan pelaksanaan haji. Nanti ada evaluasi dari Komisi VIII. Penyelenggaraan haji yang lebih baik tiap tahun juga bagian dari Astacita pemerintahan Pak Prabowo yang mulai aktif Oktober mendatang," tandas wakil rakyat asal Jepara ini.