Berita Jakarta

Politisi Masuk BPK : 75 Calon Anggota BPK akan Ikuti Fit and Proper Test di DPR RI

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang melintas di depan Gedung Badan Pemeriksa Keuangan, Jalan Gatot Subroto Kav 31, Jakarta Pusat. Satgas KPK dikabarkan menangkap seorang pejabat BPK di tempat ini.

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Komisi XI DPR RI menetapkan 75 calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di DPR RI.

DPR meminta masyarakat memberikan masukan terkait nama-nama tersebut yang telah diumumkan ke publik. Masukan itu disampaikan ke DPR terhitung sejak 10 hingga 19 Juli 2024.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan sejumlah politikus, anggota DPR mencalonkan serta mengikuti proses seleksi anggota BPK.

Lima mengamati politikus yang mengikuti seleksi anggota BPK tidak hanya dari satu partai saja, bahkan diketahui anggota DPR yang saat ini masih aktif pun mengikuti seleksi tersebut.

"Kepentingan membuat keputusan yang tidak akan merugikan partai. Bukan hanya satu partai, tapi banyak parpol, karena mereka jadi punya keinginan untuk memastikan hasil-hasil audit keuangan tidak menghujam kader-kader. Ini fenomena yang menurut saya menggelisahkan," tuturnya pada Sabtu (20/7/2024).

Menurutnya, potensi politisi Senayan terpilih menjadi anggota BPK lebih besar mengingat yang memilih anggota BPK di Komisi XI DPR.

"Mereka juga sudah tahu, kalau ada anggota partai dan non-partai, besar kemungkinan anggota partai yang akan terpilih. Jadi peluang mereka untuk terpilih (anggota BPK) itu jadi besar, setidaknya soal pemilihan, apakah antara anggota partai atau non-partai," ungkap Ray.

Dia menjelaskan fenomena ini bisa terjadi karena berdasarkan undang-undang UU) tidak ada larangan bagi anggota DPR dan politikus mencalonkan dan mengikuti seleksi calon anggota BPK.

Untuk itu, dia meminta, pimpinan partai politik dan anggota DPR seharusnya mengedepankan moral karena tugasnya seharusnya mengawal suara rakyat selama 5 tahun.

"Semuanya berdasarkan hukum formal, enggak berdasarkan moral. Kalau berdasarkan aturan hukum boleh-boleh saja. Jadi ya repot kita itu, padahal secara moral, bagaimana mereka sudah meminta suara rakyat, setelah terpilih, lalu mereka tinggalkan begitu saja, lalu mereka belum bekerja untuk rakyat, sudah mundur sebagai anggota DPR karena terpilih sebagai anggota BPK," kata Ray.

Ray menambahkan, keberadaan politikus itu sudah pasti akan menimbulkan konflik kepentingan apabila kelak terpilih menjadi anggota BPK.

"Tentu harus berhenti sebagai anggota DPR jika terpilih menjadi anggota BPK, dan potensinya akan menjadi konflik kepentingan. Bahkan bisa juga supaya mengamankan kader-kader mereka yang menjadi kepala daerah di daerah, itu tujuan salah satunya," tandasnya.

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) juga menilai fenomena tersebut rawan terjadi praktik-praktik politik. Pernyataan itu disampaikan oleh Peneliti Formappi, Lucius Karus yang berkaca pada 75 nama yang terdaftar itu beberapa di antaranya merupakan politikus dan eks politikus.

Menurut Lucius, kehadiran para sosok yang memiliki latar belakang politik itu berpotensi membuat proses seleksi tidak ideal. Pasalnya, seleksi tersebut harus melewati proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di DPR.

"Calon pimpinan BPK yang mengikuti seleksi justru terjebak mengikuti tuntutan politisi di DPR. Mereka umumnya mengandalkan lobi politik agar terpilih," ungkap Lucius. Kondisi tersebut, membuat figur berlatar belakang politisi lebih punya peluang untuk terpilih. (tribunnews)

Baca juga: Joe Biden Umumkan Mundur dari Pencalonan Presiden AS 2024

Baca juga: KPK Panggil Hasto sebagai Saksi Dugaan Korupsi Pembangunan Jalur Kereta, Hasto Bantah Terlibat

Baca juga: Buah Bibir : Wina Natalia Sepakat Rp 500 Juta

Baca juga: DAFTAR 10 Bahasa Gaul yang Sedang Tren di Medsos, Nomor 9 Bikin Sebal

Berita Terkini