TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Ada yang menarik dalam pengukuhan enam Guru Besar UIN Walisongo Semarang yang berlangsung pada Rabu (24/7/2024) di Aula Aula 2 Kampus 3 Gedung Prof. Tgk Ismail Yaqub.
Salah satunya adalah pidato pengukuhan yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. Moh. Fauzi, M.Ag. Guru Besar Bidang Ilmu Fikih tentang “Fikih Anti Selingkuh”.
Ini bentuk respons, gagasan dan kontibusi bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat. Fikih anti selingkuh ini bentuk upaya melestarikan keluarga sakinah.
Baca juga: Prof. Dr. Muhyar Fanani, M.Ag. Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Islam di UIN Walisongo
Saat ini marak perselingkuhan dikalangan masyarakat, hal ini dibuktikan dari data Pengadilan Agama Kota Palembang Sumatra Selatan yang menyebutkan selama bulan Januari –Juli 2024 tercatat 1.478 kasus perceraian dan penyebab paling banyak adalah karena perselingkuhan sebanyak 1140 kasus.
Survey lain yang dilakukan oleh Institute for Family Studies (IFS) ditahun 2010 sampai 2016, laki laki (20 persen) cenderung gampang selingkuh dibandingkan perempuan(16 % ).
Tema perselingkuhan juga diangkat dalam sebuah film, salah satunya adalah film “ Ipar adalah Maut”.
Film ini meraih 2,5 juta penonton dan menjadi film terlaris ke lima tahun 2024.
Film Ipar adalah Maut diangkat dari kisah nyata perselingkuhan antara suami dengan adek ipar perempuan.
Selaras dengan Hadist Nabi “Dari Uqbah bin Amir, Bahwa Rasulullah bersabda: berhati hatilah kalian masuk menemui wanita.
Lalu seorang laki laki Anshar berkata: Wahai Rasulullah, Bagaimana pendapat Anda mengenai Ipar? Beliau Menjawab : Ipar adalah Maut ( HR Al Bukhari dan Muslim).
Prof.Dr.Fauzi,M.Ag yang merupakan Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo menyampaikan gagasannya tentang Fikih Anti Selingkuh menguraikan tentang ciri ciri perbuatan yang dikategorikan selingkuh, antara lain pelakunya sedang terikat dalam perkawinan sah, adanya perbuatan menjalin cinta terlarang disertai zina yakni hubungan seksual di luar ikatan perkawinan sah, perbuatan yang dilakukan atas dasar saling suka tanpa adanya unsur paksaan, perbuatan dilakukan secara sembunyi sembunyi.
Ciri lainnya adalah tidak ada imbalan material atas hubungan seksual yang dilakukan antara keduanya.
Ciri ini yang membedakan selingkuh dengan zina prostitusi.
Sifat relasi sama sama sebagai pelaku, namun jika salah satu pihak dipaksa atau persetujuan tapi dalam relasi kuasa maka ini disebut sebagai kekerasan seksual.
“ Upaya preventif Fikih terhadap perilaku selingkuh sehingga terjaga keutuhan rumah tangga yang bisa dilakukan adalah perintah tertib dan etika berbusana serta hukum menutup aurat itu wajib, larangan menatap wajah lawan jenis dengan nafsu, larangan perbuatan pornografi dan pronoaksi, larangan melakukan “asy-syiya” yakni “al mufakharah bi al-jima” cerita vulgar tentang persenggamaan, larangan menginap dirumah ajnabiyyah kecuali telah menikah dan ditemani oleh mahramnya. Hal ini menjadi pintu terjadinya perselingkuhan, termasuk dalam konteks ini “Ipar adalah Maut”, ungkapnya.