TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gajah Mada (UGM), Dian Agung Wicaksono, menilai bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melanggar peraturannya sendiri terkait penolakan berkas pencalonan pasangan Dico Ganinduto-Ali Nurudin pada Pilkada Kendal 2024. Menurutnya, tindakan tersebut berpotensi membawa komisioner KPU pada jerat pidana.
Pernyataan ini disampaikan Dian dalam sebuah webinar bertajuk "Menguji Independensi KPU-Bawaslu Kendal dalam Polemik Penolakan Berkas Dico Ganinduto-Ali Nurudin" yang digelar pada Jumat, 13 September 2024.
Dian menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Pilkada, partai politik hanya diperbolehkan mencalonkan satu pasangan calon. Namun, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), terdapat ketentuan yang seolah membuka peluang bagi partai politik untuk mendaftarkan lebih dari satu pasangan calon.
"PKPU, khususnya Pasal 12, sebetulnya bertentangan dengan Undang-Undang Pilkada karena memberikan ruang bagi partai politik untuk mencalonkan lebih dari satu pasangan. Hal ini berlawanan dengan aturan undang-undang yang jelas hanya mengizinkan satu pasangan calon," ungkap Dian dalam diskusi tersebut.
Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa ketentuan dalam PKPU tersebut dapat dianggap sebagai faktor yang mendorong terjadinya pelanggaran, atau yang ia sebut sebagai "faktor kriminogen". PKPU dinilai menyebabkan partai politik terpaksa melanggar aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pilkada.
"Ketika sebuah partai politik mencalonkan lebih dari satu pasangan, dan kemudian hanya satu yang didukung, artinya partai tersebut secara tidak langsung telah menarik calon lainnya. Undang-Undang Pilkada jelas hanya memperbolehkan satu pasangan calon, jadi ini merupakan pelanggaran," imbuh Dian.
Dian juga menegaskan, jika partai politik tetap mengajukan lebih dari satu pasangan calon, pada akhirnya mereka harus menarik salah satu pasangan yang diajukan. Hal ini menimbulkan inkonsistensi antara peraturan KPU dan undang-undang.
"PKPU Nomor 8, khususnya Pasal 12, bertentangan dengan Undang-Undang Pilkada, namun aturan ini sudah berlaku dan menggunakan asas presumptio iustae causa, yang berarti setiap keputusan tata usaha negara dianggap sah hingga ada keputusan baru yang mencabut atau membatalkannya," jelas Dian.
Oleh karena itu, Dian menilai KPU seharusnya menerima berkas pencalonan Dico-Ali yang didaftarkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), karena berdasarkan prinsip tersebut, keputusan yang lebih baru harus dipertimbangkan.
"Di mana sepanjang kemudian tidak ada yang mencabut ketentuan khususnya Pasal 12 itu, maka tidak ada opsi bagi KPU untuk tidak menerima pendaftaran calon itu," kata Dian.
“Sehingga kalau KPU menolak pendaftaran berkas dengan alasan partai politik sudah mengusulkan calon yang lain, sebetulnya secara tegas bahwa KPU Kabupaten Kendal telah melanggar ketentuan dari Peraturan KPU, dan konsekuensinya juga dapat dipidana komisionernya dengan hukuman maksimal 96 bulan penjara,” ujarnya lagi.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan bahwa KPU seharusnya menerima terlebih dahulu berkas pencalonan Dico-Ali pada Pilkada Kendal 2024.
Menurutnya, penolakan yang dilakukan oleh KPU terlalu terburu-buru karena masih dalam tahap pendaftaran. Ia mengatakan bahwa pengembalian berkas bisa dilakukan setelah KPU melakukan penelitian dokumen, pada tahap verifikasi.
"Bagi saya penolakan yang dilakukan oleh KPUD pada saat proses pendaftaran itu sulit untuk dipahami, karena kita tahu sendiri keputuskan untuk menerima atau menolak pasangan calon itu seharusnya terjadi setelah KPU melakukan proses verifikasi administratif, faktual dan lain sebagainya, setelah proses pendaftaran itu dilakukan," kata Lucius.
Sementara itu, penolakan yang dilakukan oleh KPU Kendal masih dalam tahap pendaftaran dengan alasan partai politik pengusung yaitu PKB, telah mendaftarkan calon lain sebelumnya.