Berita Viral

Awal Mula Ada Tunggakan SPP Sampai Rp 42 Juta hingga 3 Siswa SD Dipulangkan, Ini Pekerjaan Orangtua

Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Baru-baru ini viral di media sosial mengenai tiga siswa Sekolah Dasar (SD) yang terpaksa dipulangkan dari sekolah akibat tunggakan biaya pendidikan sebesar Rp42 juta.

TRIBUNJATENG.COM - Viral cerita tiga siswa sekolah dasar (SD) yang dipulangkan karena menunggak SPP.

Nominal tunggakan pun besar, mencapai Rp 42 juta.

Orangtua hanya bisa pasrah karena memang tidak memiliki dana sebanyak itu.

Lantas bagaimana pula awal mula munculnya kasus tersebut.

Hingga anak-anak menjadi korban. Padahal ketiga anak tersebut ternyata dikenal berprestasi.

Baca juga: Raffi Ahmad Buka Suara Gelar Honoris Causa yang Diterimanya : Harus Ada Edukasi dan Sosialisasinya

Ketiganya merupakan siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insan Cedekia Mathlaul Anwar (ICMA), Yayasan Islamic Centre Herwansyah (ICH) di Kampung Kadasuluh, Desa Karyasari, Kecamatan Cikeudal, Pandeglang, Banten.

Satu di antaranya adalah penghafal Al Quran atau hafiz Quran. 

Hal itu disampaikan ibu dari tiga siswa tersebut, Defi Fitriani.

"Untuk anak saya yang pertama itu sudah hafal juz 30, sudah diwisuda, predikatnya mumtaz predikat terbaik."

"Untuk yang kedua pun waktu dinonaktifin harusnya ikut wisuda juz 30 juta cuma karena dinonaktifin jadi enggak (wisuda)," kata Defi, dikutip dari Tribun Bogor.

Bahkan, anak keduanya punya ketertarikan lebih di pelajaran Matematika.

Diungkap Defi Fitriani, ketiga anaknya punya prestasi gemilang di pelajaran Agama.

"Banyak prestasinya untuk anak kedua Matematika-nya menonjol. Anak ketiga dari tilawatil sempat dapat predikat tilawatil terbaik."

"Alhamdulillah anak-anak saya berprestasi di sekolah," ungkap Defi.

Awal Mula Muncul Tunggakan

Lebih lanjut, Defi menceritakan awal mula tunggakan Rp 42 juta itu muncul.

Tunggakan tersebut, katanya, tidak hanya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

Namun juga terkait uang pembangunan, seragam, hingga buku-buku pelajaran.

Sedangkan biaya SPP per bulan, anak pertama sebanyak Rp 350 ribu, anak kedua sebanyak Rp 300 ribu, dan anak terakhir Rp 250 ribu.

Defi mengaku, awalnya ketiga anaknya tidak dikenai biaya karena masih keluarga pemilik yayasan.

"Sudah lama tunggakannya karena memang dulu saya aktif di yayasan tersebut, saya juga dari keluarga punya yayasan. Setelah konflik keluarga, dimunculkan tagihan."

"Komitmen (awal) itu tidak ada (pembayaran) pembiayaan untuk anak-anak saya."

"Setelah konflik keluarga, diterbitkan penagihan itu. Anak-anak saya jadi korban," tegasnya.

Defi dan suami kini berjuang mencari keadilan.

Ia sudah meminta bantuan ke Dinas Pendidikan, Kepemudaan & Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Pandeglang.

Pihak Dindikpora memfasilitasi mediasi antara Defi dengan pihak yayasan.

Akan tetapi, hasil mediasi berujung buntu.

Defi harus tetap membayar tagihan sebanyak Rp 42 juta.

"Kami ini orang tua tidak diam, cari keadilan, kami tempuh, minta tolong Dindik Pandeglang untuk dimediasi, sempat dimediasi satu kali."

"Dari yayasan tidak datang diwakilkan kepala sekolah, akhirnya tidak mendapatkan jawaban," tegasnya.

Defi terakhir berharap, kejadian yang menimpa anaknya segera selesai.

Ia ingin ketiga anaknya bisa melanjutkan sekolah.

"Anak-anak bisa sekolah lagi sesegera mungkin, harapan pindah sekolah aja," tegasnya.

RW setempat, Wahudin ikut memberikan tanggapannya terkait kejadian ini.

Ia merasa kecewa dengan pihak sekolah.

"Sangat miris, kok jaman sekarang masih ada itu dalam arti anak-anak masa untuk belajar."

"Apapun permasalahan, diselesaikan secara baik-baik. Apalagi saya mendengar dipulangkan secara paksa," kata Wahudin.

Informasi tambahan, Yayasan Islamic Centre Herwansyah (ICH) belum memberikan pernyataan terkait masalah pemulangan paksa 3 siswanya.

Tak Ada Uang

Sementara ayah dari tiga siswa SD itu, Farhan, hanya bisa pasrah anaknya dipulangkan oleh pihak sekolah.

Lantaran, ia menyadari kondisi ekonomi keluarga tidak stabil sehingga kesulitan melunasi tunggakan SPP.

"Dari mana (uang)? kerja aja sekarang serabutan."

"Cukup buat sehari-hari aja udah alhamdulillah. Apalagi untuk melunasi pembiayaan itu," akui Fahat.

 (Surya.co.id)

Berita Terkini