TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Semua mata terpanah pada mobil truk berwarna putih yang memuat satu panggung mini di dalam bak truk yang terlihat bertemakan klenteng, dengan warna merah mencolok.
Dibawah panggung mini itu, terdapat beragam boneka tangan yang nantinya akan dimainkan sebagai pertunjukan wayang potehi.
Pada bagian belakang panggung mini terdapat macam-macam alat musik seperti Guzheng (Kecapi Cina), Erhu (alat musik gesek), Bangu (Gendang Tunggal yang dimainkan dengan stik bambu), Muyu (kecrek dari kayu) dan Chazi (Simbal).
Satu bak truk itu, sekiranya hanya muat untuk lima orang yang memiliki peran masing-masing yakni sebagai dalang wayang potehi dan pengiring musik.
Truk putih dengan corak merah pada bagian baknya, bertuliskan GoPot Wayang Potehi terparkir dimulut Gang Tengah Pecinan Semarang, tepat pada bagian panggung mininya mejeng di sepanjang Pasar Imlek Semawis.
Seolah memiliki daya tariknya tersendiri tiap orang yang melewati lokasi itu selalu melirik ke arah panggung mini, juga tak sedikit dari mereka yang mengabadikan momen berfoto berdiri di samping panggung wayang potehi saat tak ada pertunjukan.
Satu meteran di depan panggung ini, terdapat kursi-kursi yang dipasang untuk para pengunjung Pasar Imlek Semawis Semarang menonton pertunjukan.
Pertunjukan dibagi menjadi dua babak tiap babaknya dua jam pertunjukan, pada babak pertama pukul 15.00-17.00 WIB dan 19.00-21.00 WIB.
Tiap awal sesi selalu diawali dengan lantunan musik tradisional cina, suaranya menghipnotis para pengunjung yang berlalu lalang untuk datang dengan penasaran.
Sesi bermain musik sekitar 10menit, alunan senar Gunzheng, Erhu dan suara nyaring dari Chanzi cukup untuk mengumpulkan pengunjung di depan panggung mini. Semua mata terbelalak dan penarasan menunggu lakon apa yang akan dimainkan oleh dalang.
Bahkan tak sesekali para penonton yang datang sambil menenteng belanjaan atau menggendong maupun menggandeng anaknya, mengucap "ini lho wayang potehi," "eh ada wayang potehi," "kamu mau nonton gak nak?, Ini sudah jarang,"
Saat boneka tangan wayang potehi mulai tampil, area jalanan di sekitaran panggung mini sudah terasa cukup sesak.
Tua ataupun muda, para pejalan kaki yang lewat selalu berhenti untuk melihat pertunjukan hingga mengabadikan di gawainya. Tak sesekali penonton yang dibangku berteriak, "awas nutupi, ga kelihatan,"
Antusiasme masyarakat menonton wayang potehi ini selayaknya menelan obat rindu, bagi generasi baby boomer dan menjadi sesuatu yang baru bagi remaja dan anak-anak.
Seperti Ariyanto (75) yang datang dengan istrinya mengatakan bahwa niatnya datang ke Pasar Imlek Semawis Semarang hanya untuk berjalan-jalan saja, ketika melintasi panggung mini wayang potehi Ariyanto langsung duduk untuk menunggu sesi kedua pertunjukan.