Jika perbaikan belum dilakukan, penyelenggara jalan harus memberikan tanda atau rambu peringatan di lokasi jalan rusak.
Sementara itu, Pasal 273 menyebutkan bahwa jika penyelenggara jalan tidak segera memperbaiki jalan yang rusak dan mengakibatkan kecelakaan, maka bisa dikenakan sanksi hukum.
Jika menyebabkan luka ringan atau kerusakan kendaraan, penyelenggara bisa dipidana kurungan maksimal enam bulan atau denda Rp 12 juta.
Jika mengakibatkan luka berat, hukuman bisa meningkat menjadi satu tahun penjara atau denda Rp 24 juta.
Apabila kecelakaan menyebabkan korban meninggal dunia, penyelenggara bisa dipidana hingga lima tahun atau denda Rp 120 juta.
Djoko menegaskan bahwa keselamatan pengguna jalan harus menjadi prioritas utama.
“Pemerintah perlu lebih serius dalam menangani jalan rusak karena ini bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga nyawa manusia,” tambahnya.
Catatan KNKT: Jalan Berkeselamatan Harus Diprioritaskan
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam catatannya pada Januari 2024 menekankan bahwa jalan berkeselamatan harus memenuhi tiga prinsip utama
Pertama Regulating road – Jalan harus sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kemudian Self-explaining road – Jika jalan tidak sesuai regulasi, maka harus ada informasi yang jelas bagi pengguna agar mereka bisa mengantisipasi potensi bahaya.
Lalu Forgiving road – Jika terjadi kecelakaan akibat kelalaian pengemudi, desain jalan harus meminimalkan dampak fatalitas.
"Namun sangat disayangkan, ketiga prinsip tersebut masih kurang diperhatikan oleh pemerintah," tegasnya.
Djoko juga menyoroti faktor roadside hazard, atau bahaya di sisi jalan yang sering diabaikan.
Di mana tiang rigid di tepi jalan, drainase terbuka yang dalam, serta struktur jembatan yang berisiko tinggi sering kali menjadi penyebab fatal kecelakaan. Seharusnya, ini bisa diantisipasi dengan desain yang lebih aman.