TRIBUNJATENG.COM, BOGOR – Nama Kepala Desa Klapanunggal, Ade Endang Saripudin, tengah jadi sorotan publik usai surat edaran permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) senilai Rp165 juta tersebar luas dan viral di media sosial.
Surat edaran tersebut ditandatangani langsung oleh Ade Endang dan bertanggal 12 Maret 2025 dengan nomor surat 100/III/2025.
Dalam surat itu, ia mengajukan permohonan partisipasi dari para pimpinan perusahaan untuk kegiatan halal bihalal yang akan digelar pada 21 Maret 2025 di Kantor Desa Klapanunggal.
“Besar harapan kami bapak/ibu pimpinan perusahaan dapat membantu memberikan tunjangan kepada perangkat dan aparatur wilayah di Desa Klapanunggal,” tulisnya dalam surat tersebut.
Permintaan dana dalam surat tersebut dirinci secara detail, sebagai berikut:
- Bingkisan 200 paket: Rp30 juta
- Uang saku/THR 200 amplop: Rp100 juta
- Kain sarung 200 paket: Rp20 juta
- Konsumsi 200 paket: Rp5 juta
- Penceramah: Rp1,5 juta
- Pembaca Al-Qur’an: Rp1,5 juta
- Sewa sound system: Rp2 juta
- Biaya tak terduga: Rp5 juta
Total dari seluruh kebutuhan yang diminta dalam surat tersebut mencapai Rp165 juta.
Ade Endang pun akhirnya buka suara.
Ia mengaku khilaf dan menyatakan akan menarik kembali surat edaran tersebut.
“Saya mohon maaf kepada semua pihak yang merasa tidak berkenan. Surat tersebut akan saya cabut,” ujarnya.
Namun, permintaan maaf itu belum mampu meredam kritik.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ikut menyoroti tindakan Ade Endang dan menyebut bahwa hal itu tergolong sebagai tindakan yang melanggar hukum.
Menurut Dedi, tindakan tersebut serupa dengan praktik premanisme dan harus ditindak secara hukum, bukan hanya melalui pembinaan.
“Kalau preman di Bekasi saja bisa ditahan karena meminta-minta, masa kepala desa tidak?” tegasnya.
Dedi menilai, permintaan THR oleh kepala desa merupakan bentuk gratifikasi yang tidak dapat dibenarkan secara hukum dan etika.
Ia juga menyinggung bahwa kepala desa seharusnya mengikuti instruksi gubernur, bukan malah mengabaikannya.
“Kesalahan ini tidak bisa diampuni hanya dengan permintaan maaf. Harus ada langkah hukum agar tidak terulang,” pungkasnya.