Berita Jateng

Soal Kebijakan Tarif Trump, Apindo Jateng: Berdampak pada Daya Saing

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi ekspor

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -  Pengusaha di Jawa Tengah merespon kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebesar 32 persen.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Dedi Mulyadi mengatakan, kebijakan tarif timbal balik ini akan berdampak pada penurunan daya saing industri.

Dikhawatirkan, hal ini pun akan berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan, utamanya mereka yang bekerja di perusahaan yang bergerak di industri padat karya.

"Dampaknya, menyangkut daya saing. Artinya tidak kompetitif lagi harganya, karena dengan adanya kenaikan ini otomatis buntutnya jadi panjang, akhirnya larinya ke produksi juga. Harga naik, penjualan susah, akhirnya turun ke stok barang yang menumpuk."

"Kalau sampai satu perusahaan saja terganggu pasarnya, otomatis PHK bisa ribuan orang," kata Dedi Mulyadi saat dihubungi Tribun Jateng, Senin (7/4/2025).

Dedi melanjutkan, Amerika Serikat menjadi pasar utama bagi produk-produk dari Indonesia.

Di Jawa Tengah, berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025, ekspor nonmigas terbesar Jawa Tengah di bulan tersebut utamanya ditujukan ke Amerika Serikat. Baru setelahnya disusul Jepang dan Tiongkok.

Adapun nilai masing-masing mencapai US$ 451,07 juta, US$ 84,11 juta, dan US$ 42,71 juta.

"Memang nomor 1 masih Amerika, paling besar. Kalau harga dinaikkan, susah bersaing lagi dengan negara-negara pesaing kita yang mungkin dikenakan pajak lebih murah," jelasnya.

Dedi melanjutkan, industri padat karya seperti sepatu, tekstil, garmen, dan furnitur akan menjadi yang paling terdampak akibat kebijakan ini.

Adapun ia menyebutkan, industri padat karya pun saat ini mulai berhitung bagaimana arah bisnis ke depannya.

"Saya juga masih melihat pemerintah kan masih negosiasi. Jadi arahnya ke mana, kalau nanti berat, baru terlihat setelah 3 bulan.

Bagaimana keadaan ekonomi, apakah dampaknya terhadap masuk ke pasar kita, apakah masih bisa dilobi. Ngeri juga kalau tidak bisa diatasi, seperti saya ini (usaha bidang) padat karya. Karena bagaimanapun, pasar Amerika besar," ungkapnya.

Sementara itu, Dedi berharap kepada pemerintah agar segera melobi Amerika semaksimal mungkin.

Di samping juga berharap pemerintah memberikan dukungan dengan mempermudah aspek perpajakan serta biaya-biaya yang bisa ditekan, sehingga para pengusaha tidak terbebani dengan biaya seperti kenaikan bunga bank atau tarif listrik.

"Pemerintah juga mungkin bisa melobi negara-negara yang bisa dilobi ke Indonesia, karena kan kalau negara seperti China industri tekstilnya sudah kuat, sedangkan bahan baku kita kebanyakan masih impor.

Jadi kami harapkan kebijakan-kebijakan yang pro industri. Mungkin mempermudah impor, bunga diturunkan, energi diturunkan, harus begitu agar bisa bersaing. Karena ini dampaknya cukup besar," paparnya.

Di sisi itu, ia melanjutkan, pengusaha tengah mengatur siasat untuk melakukan diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara lain. Hal itu untuk mengurangi ketergantungan dengan Amerika Serikat.

Namun pihaknya menyadari mencari pasar baru dalam kondisi saat ini tidak mudah.

"Pasar baru (potensial) masuknya bisa ke Asia Tengah, Australia, Eropa, Afrika, ya negara-negara yang ekonominya kuat.

Jadi saya rasa bisa ke negara middle east atau Timur Tengah, kemudian Eropa diperluas, Australia dilobi lagi dan daerah-daerah Asia Tengah. 

Kami harapkan peran Menteri Perdagangan dan yang jago-jago lobi diturunkan untuk mengatasi masalah ini," imbuhnya. (idy)

Baca juga: Chord Kunci Gitar Selalu Ada di Nadimu BCL, OST Jumbo

Baca juga: Pilu Keluarga Almarhumah Yetty, Jenazah Pekerja Migran Asal Banyumas di Peru Gagal Dipulangkan

Baca juga: Inilah Sosok Faizal Hussein Pemeran Walid dalam Serial Bidaah Malaysia, Viral di Indonesia

Berita Terkini