TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN - Di balik kemegahan Masjid Jami’ Basarudin yang kokoh berdiri di Jalan Basarudin, Desa Krajan, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, tersimpan kisah kehilangan yang hingga kini masih menyisakan tanda tanya, yakni lenyapnya Kitab Blawong.
Kitab tersebut diyakini merupakan manuskrip Alquran peninggalan Syech Basarudin, ulama besar yang menjadi penyebar agama Islam di kawasan itu pada masa lampau, sekira 1800-an.
Ketua Takmir Masjid Jami’ Basarudin, Badar Supraptono mengungkapkan bahwa Kitab Blawong adalah manuskrip Alquran tulisan tangan dari Syech Basarudin yang sangat dihormati dan dijaga.
Baca juga: Soto Semarang Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda, Disbudpar: Kami Sedang Kumpulkan Literasi
Baca juga: Hari Jadi ke-478 Kota Semarang, DPRD Tekankan Pemerataan Pembangunan
Kitab tersebut dahulu disimpan di sisi ruang pengimaman masjid, hingga hilang secara misterius saat proses renovasi bangunan sekira 2009.
“Kebetulan waktu kami rehab ini, tempatnya terbuka, dulu kitabnya ditempatkan di sebelah pengimanan."
"Keesokan paginya, dilihat Kitab Blawong tidak ada, lalu ada tiga Alquran yang kemungkinan untuk menggantikannya,” ungkap Badar kepada Tribunjateng.com di Masjid Jami’ Basarudin, Kamis (1/5/2025).
Kitab Blawong diyakini bukan sekadar manuskrip pedoman biasa bagi umat Muslim.
Bukan hanya karena merupakan warisan dari Syech Basarudin, namun juga karena nilai sejarah dan spiritual yang dikandungnya.
Tulisan tangan dalam kitab tersebut menggunakan jenis kertas khusus yang kuat dan tidak mudah rusak meski terkena air, sehingga menunjukkan keistimewaan bahan-bahan zaman dahulu dalam mendukung pelestarian naskah keagamaan.
Masjid Jami’ Basarudin adalah warisan sejarah yang telah beberapa kali mengalami renovasi pada era 1970-an, 1998, dan terakhir pada 2006.
Dulunya, masjid ini terletak di kawasan Gunung Munggut, dekat dengan makam Syech Basarudin.
Baca juga: Anggota Satlinmas di Semarang Meninggal Dunia, Ahli Waris Terima Santunan Rp 42 Juta
Baca juga: 7 Mei 2025, Klenteng Tay Kak Sie Semarang Jadi Titik Persinggahan Biksu Thudong Menuju Borobudur
Pada 1880, masjid dipindahkan ke lokasi saat ini, mengikuti perkembangan permukiman warga.
Selain Kitab Blawong, tak banyak peninggalan sejarah lain yang tersisa.
Menurut Badar, tiang dan kayu-kayu tua dari masjid lama di Gunung Munggut sempat diboyong ke lokasi baru, namun kini pun sudah tak tersisa.
“Zaman dulu itu yang bisa dimanfaatkan (dari lokasi lama) dibawa ke sini, zaman saya saja sudah sedikit informasi mengenai komponen konstruksi yang asli."