TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional, Bentara Budaya dengan bangga menggelar pameran seni bertajuk “Sayap-Sayap Garuda”.
Pembukaan pameran berlangsung pada Selasa (20/5/2025) di Bentara Budaya Yogyakarta, Kotabaru.
Pameran ini menjadi penanda bahwa sayap-sayap Garuda bukan hanya melambangkan kejayaan, namun juga semangat untuk bangkit, bersatu, dan merawat keberagaman.
Pameran ini mengangkat pertanyaan penting yakni, Mengapa Garuda dipilih sebagai lambang negara Indonesia?
Melalui narasi visual, karya, dan artefak, pengunjung diajak menyimak jejak pemikiran para pendiri bangsa.
Momentum Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Lahir Pancasila memberi makna kontekstual atas pemilihan tema.
“Sayap-Sayap Garuda” tidak hanya melambangkan kejayaan, tetapi juga merepresentasikan semangat untuk terus bangkit, menjaga nilai-nilai persatuan dan keberagaman.
Pameran “Sayap-Sayap Garuda” menampilkan karya-karya dari tujuh seniman yang merespons figur Garuda dalam pendekatan personal, kontemporer, dan kultural, karya Didi Sumarsidi, Gege Wibowo, Iwan Ganjar, Ong Hari Wahyu, Ronang Pratama, Subandi Giyanto, dan Subiyanto.
Ketujuh perupa berhasil menyuguhkan visualisasi Garuda yang menggugah, mengekspresikan makna baru atas simbol kebangsaan tersebut.
Garuda, makhluk bersayap dalam mitologi Hindu yang dikenal luas sebagai kendaraan Dewa Wisnu, memiliki tempat istimewa dalam kebudayaan Indonesia.
Lebih dari sekadar cerita mitologis, Garuda menjadi lambang semangat juang, perlindungan, dan keberanian dalam melawan penindasan.
Jejak visual Garuda telah ditemukan sejak abad ke-4, seperti pada lempengan emas yang menggambarkan Wisnu dan Garuda di Desa Gemuruh, Kecamatan Leksono, Wonosobo.
Sosok ini juga hadir dalam berbagai relief dan arca di berbagai candi seperti Prambanan, Kidal, dan Sukuh.
Usai Proklamasi Kemerdekaan 1945, Indonesia belum memiliki lambang negara secara resmi.
Pemerintah saat itu membentuk Panitia Lambang Negara yang diketuai oleh Sultan Hamid II, dengan anggota seperti Muh. Yamin, Ki Hajar Dewantara, dan Prof. Purbacaraka.
Dari beberapa rancangan yang diajukan, karya Sultan Hamid II akhirnya terpilih, namun mengalami penyempurnaan oleh Presiden Soekarno bersama pelukis istana, Dullah.
Beberapa elemen seperti jambul dan bentuk cakar disempurnakan hingga menjadi Garuda Pancasila yang kita kenal saat ini.
Lambang ini diumumkan pada 11 Februari 1950 dan diperkenalkan secara resmi oleh Bung Karno pada 15 Februari 1950 di Hotel des Indes, Jakarta.
Pembukaan pameran juga turut dimeriahkan oleh penampilan tari memukau “Sawung Alit” yang dibawakan oleh seniman dari Kemiren, Banyuwangi, serta lantunan musik khas Indonesia dari Orkes Keroncong SakPenake.
Selain menampilkan karya seni rupa dan objek budaya, pameran ini juga menyoroti keberadaan Garuda dalam kehidupan sehari-hari—mulai dari ukiran mebel kayu, motif kain batik, hingga ornamen dekoratif lainnya.
Cerita tentang Garuda yang berjuang membebaskan ibunya dari kungkungan Kadru, menyiratkan pesan pengabdian terhadap Ibu Pertiwi—pesan yang mungkin menginspirasi para pendiri bangsa untuk memilih burung Garuda sebagai lambang negara.
Pameran ”Sayap-Sayap Garuda” terbuka bagi umum, setiap Senin hingga Sabtu pukul 10.00 - 21.00 WIB hingga 1 Juni 2025 di Bentara Budaya Yogyakarta.
Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui situs web www.bentarabudaya.com. (*)