Berita Solo

Ayam Goreng Widuran Solo Tidak Halal Kini Ditutup Sementara, Menu Ini Paling Banyak Dipesan

Penulis: Msi
Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AYAM WIDURAN : Tangkapan layar dari Instagram @yopie.riski pada Senin (26/5/2025): Ternyata Ini Menu Non Halal yang Dijual Ayam Widuran Solo, Kini Tutup Setelah Viral

TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Rumah makan ayam goreng Widuran kini ditutup sementara oleh wali kota Solo untuk asesmen.

Rumah makan di Jalan Sutan Syahrir Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah, menjadi heboh karena salah satu menunya ternyata tidak halal. 

Berbagai tanggapan kekecewaan pun bermunculan.

Maklum, Ayam Goreng Widuran termasuk rumah makan yang legendaris di Kota Solo. 

Para pelanggan sudah membeli menu mereka selama bertahun-tahun.

Kepastian Ayam goreng Widuran memakai bahan nonhalal diketahui setelah pemilik rumah makan mengklarifikasi di akun Instagram resmi miliknya @ayamgorengwiduransolo.

AYAM GORENG WIDURAN - Suasana di Ayam Goreng Widuran Jalan Sutan Syahrir, Kepatihan Kulon, Jebres, Solo, Sabtu (24/5/2025). Heboh di media sosial Ayam Goreng Widuran di Kota Solo ternyata dimasak dengan bahan yang tidak halal. ((TribunSolo.com / Ahmad Syarifudin))

"Kepada seluruh pelanggan Ayam Goreng Widuran, Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas kegaduhan yang beredar di media sosial belakangan ini. Kami memahami bahwa hal ini menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Sebagai langkah awal, kami telah mencantumkan keterangan NON-HALAL secara jelas di seluruh outlet dan media sosial resmi kami. Kami berharap masyarakat dapat memberi kami ruang untuk memperbaiki dan membenahi semuanya dengan itikad baik," tulis manajemen ayam goreng Widuran dalam akunnya dikutip Kompas.com, Senin (26/5/2025).

Pengumuman klarifikasi non-halal tersebut diunggah di akun resminya empat hari lalu.

Berikut sejumlah hal terkait ayam goreng Widuran:

Kremesan pakai bahan non-halal

Seorang karyawan, Nanang, mengungkapkan bahwa kremesan ayam goreng dibuat dari bahan non-halal.

"(Bahan nonhalal) kremesnya aja. (Kremesan) dibuat dari bahan nonhalal. Dari minyaknya (nonhalal)," ucapnya di Solo, Jawa Tengah, Senin (26/5/2025).

Meski demikian, dirinya menegaskan ayamnya digoreng dengan menggunakan minyak kelapa.

"Nak (kalau) minyak (menggoreng ayam) asli Barco," tambahnya.

Nanang mengatakan, tidak bisa menjelaskan secara pasti alasan keterlambatan penyematan label non-halal.

 Padahal, rumah makan sudah berdiri sejak 1973 atau 52 tahun.

“Dari pihak karyawan tidak bisa menjelaskan. (Setelah ramai) dari pihak sini di Instagram langsung membuat klarifikasi (label non-halal),” kata dia.

Label non-halal di ayam goreng Widuran baru dipasang dalam beberapa hari terakhir.

Sebelumnya, restoran ini tidak mencantumkan secara eksplisit bahwa beberapa menunya, seperti ayam goreng kremes, menggunakan bahan non-halal.

Hal ini memicu kekecewaan banyak pelanggan, terutama yang beragama Islam.

Nanang menyebutkan bahwa restoran yang sudah berdiri puluhan tahun itu memiliki pelanggan loyal dari berbagai daerah.

“Pelanggannya ada dari Surabaya, Jakarta, luar kota, luar pulau,” ungkap Nanang yang sudah bekerja selama 10 tahun.

Ia juga menegaskan bahwa mayoritas pelanggan mereka merupakan nonmuslim.

“Mayoritas sini bukan muslim. Nonmuslim (pelanggan),” ucapnya.

Menu yang paling laris dipesan adalah ayam goreng kremes.

Ia berharap rumah makan yang sudah berdiri sejak 1973 tersebut tetap bisa beroperasi setelah penilaian dari Pemerintah Kota (Pemkot) Solo selesai dilakukan.

Pelanggan terkejut baru cantumkan non-halal

Pencantuman label non-halal membuat masyarakat khususnya para pelanggan ayam goreng Widuran terkejut.

Sebab mereka sudah puluhan tahun menjadi pelanggan rumah makan.

Seorang pelanggan ayam goreng Widuran yang enggan disebut namanya, mengatakan sudah sejak kecil menjadi pelanggan ayam goreng Widuran.

"Saya pelanggan lama dari kecil. Tidak tahu kalau non-halal," kata dia.

Setelah tahu menggunakan bahan non-halal, warga Solo ini tidak lagi membeli ayam goreng Widuran. 

"Sebagai muslim sudah tahu lama dikasih tahu teman-teman. Saya sudah berhenti (tidak membeli ayam goreng Widuran)," ujar dia.

Ia tidak punya keinginan untuk menuntut pemilik rumah makan ayam goreng Widuran ke pihak berwajib karena tidak jujur.

Justru sebaliknya, dengan mencantumkan label tersebut masyarakat tahu bahwa ayam goreng Widuran non-halal.

"Untuk berusaha kita dukung ya. Kasihan juga. Sudah dikasih tahu nonhalal ya sudah orang Islam tidak usah masuk," ucap dia.

Pelanggan lainnya, Pita, mengaku dari sejak sekolah dasar (SD) atau sekitar tahun 1990 menjadi pelanggan ayam goreng Widuran.

Dia dikenalkan oleh orangtuanya yang juga pelanggan ayam goreng Widuran.

"Sejak SD saya langganan ayam goreng Widuran. Saya tahunya dari orangtua. Ayam goreng Widuran rasanya gurih," ungkap dia.

Pita mengaku paling suka membeli ayam goreng original plus kremesan.

Menurut dia, ayamnya gorengnya rasanya gurih dan enak karena asli ayam kampung.

Meskipun demikian, dirinya menyayangkan pemilik rumah makan yang baru saja mengumumkan bahan yang digunakan non-halal.

"Suka original sama kremes. Kalau dibanding ayam goreng lain memang ayam goreng Widuran lebih gurih enak menggunakan ayam kampung," kata dia.

Salah satu pihak yang juga merasa dirugikan tak lain adalah Komisi IV DPRD Solo yang sempat menyantap kuliner yang dibeli dari warung tersebut beberapa waktu lalu.

Hal itu diungkap oleh salah satu anggota komisi IV DPRD Solo dari fraksi PKS Sugeng Riyanto.

Ia menceritakan bahwa beberapa hari sebelum warung Ayam Widuran mengumumkan menggunakan bahan baku non halal di salah satu produknya.

Ia dan rekan-rekan sempat mengunjungi warung tersebut.

"Yang pertama saya perlu sampaikan bahwa saya termasuk korban dan juga Komisi IV."

" Jadi sekitar dua pekan lalu seusai sidak ada teman kami usul makan siang di warung itu, dan kita tahunya itu halal."

"Sehingga kesana dibungkus dan dibawa, terus selang beberapa hari muncul informasi itu. Jadi saya secara pribadi maupun komisi IV DPRD Solo merasa dirugikan karena pihak penjual tidak memberikan informasi yang memadahi tentang produknya non halal," ungkap Sugeng saat dihubungi, Minggu (25/5/2025).

Alih-alih saling menyalahkan, Sugeng lebih memilih untuk menyarankan kepada rekan di DPRD untuk menjadikan polemik warung ayam Widuran ini jadi momentum kembali menggodok Peraturan Daerah (Perda) terkait aturan makanan non halal.

"Ini menjadi momentum yang baik untuk DPRD Solo dalam hal ini memberikan kepedulian dengan memproduksi atau membuat Perda tentang jaminan produk halal maupun perlindungan konsumen. Ya di antara dua itu," lanjut Sugeng.

"Maksudnya adalah ada sangat banyak konsumen di Solo yang mereka muslim dan karena case seperti ini akhirnya tertipu. Tidak ada informasi yang memadai, seperti yang waktu kami ke sana, yang memesan dan membayar makanan itu pakai Jilbab. Artinya kalau pihak penjual memiliki itikad baik harusnya memberikan informasi," urai Sugeng.

Disinggung terkait langkah pemerintah kota (Pemkot) Solo dalam hal menangani polemik seperti ini. Sugeng berharap agar pemerintah daerah segera mengambil tindakan salah satunya dengan ikut mendorong terwujudnya usulan Perda perlindungan konsumen.

"Kalau dari sisi pemerintah daerah saya kira pemerintah punya aparatur dalam hal ini Satpol PP maupun kepolisian dengan berbekalkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen cukup untuk digunakan sebagai rujukan agar pihak aparat bisa memberikan tindakan terhadap penjual yang serupa," kata dia.

Lebih lanjut, Sugeng juga menyarankan bahwa pencantuman label halal dan non halal di usaha kuliner bisa menjadi anjuran. 

Ini sebelum pemilik usaha mengajukan izin pembukaan usaha ke dinas terkait.

"Itu kan juga bagian penegakan hukum di negara kita. Karena saya kira ini jadi cukup bagus apabila terkait pelabelan halal non halal juga dicantumkan dalam persyaratan perizinan usaha kuliner. Jadi langkah itu kan lebih preventif," pungkasnya.

Ditutup sementara untuk asesmen 

AYAM GORENG WIDURAN - Wali Kota Solo, Respati Ardi melakukan sidak ke Ayam Goreng Widuran di Jalan Sutan Syahrir Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah, Senin (26/5/2025). (KOMPAS.com/Labib Zamani)

Kegaduhan terkait label non-halal tersebut membuat Wali Kota Solo, Respati Ardi turun melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke rumah makan ayam goreng Widuran bersama OPD terkait.

Respati didampingi sejumlah pejabat dan aparat daerah, antara lain Kepala Dinas Perdagangan Agus Santoso, Kepala Satpol PP Didik Anggono, Kepala Kemenag Solo Ahmad Ulin Nur Hafsun, serta perwakilan kepolisian dan TNI.

Namun, saat sidak berlangsung, pemilik ayam goreng Widuran tidak berada di tempat.

Sementara Respati ditemui langsung oleh para karyawan dan sempat menghubungi pemilik melalui sambungan telepon.

Pemilik rumah makan sedang berada di luar kota.

Respati menyampaikan bahwa rumah makan diminta tutup sementara untuk menjalani asesmen kehalalan oleh OPD dan instansi terkait.

"Saya mengimbau untuk ditutup dulu dilakukan asesmen ulang oleh OPD-OPD terkait kehalalan dan ketidakhalalan," tegas Respati di Solo, Senin.

Ia juga mendorong agar pemilik mengajukan sertifikasi halal atau nonhalal secara resmi.

"Saya tawarkan apabila mau menyatakan halal, silakan ajukan. Kalau tidak, ya silakan ajukan tidak (halal). Hari ini bisa ditutup terlebih dahulu dilakukan assessment ulang," jelasnya.

Soal durasi penutupan, Respati mengatakan akan menunggu hasil asesmen terlebih dahulu.

Awal Mula Terungkap

Ayam Goreng Widuran panen bintang 1 di google review setelah banyak konsumen salah paham.

Mereka terlanjur mengkonsumsi produk restoran ini tanpa tahu ternyata termasuk dalam kategori non-halal.

Salah satu karyawan, Ranto mengakui bahwa pemberian keterangan non-halal baru dilakukan setelah banyaknya komplain yang ditujukan ke restoran ini.

Ia tak bisa menjelaskan lebih jauh kenapa keterangan non-halal baru dilakukan baru-baru ini setelah ada komplain.

“Udah dikasih pengertiannya non-halal. Ya karena viralnya dikasih pengertian non-halal kremesnya itu. Beberapa hari yang lalu,” jelasnya saat ditemui Sabtu (24/5/2025).

Ia pun menyertakan keterangan non-halal di outlet, sosial media, hingga google maps.

“Reklame sudah ada. Di IG sudah ada. Baru yang viral ini,” tuturnya.

 Selama ini, menurutnya kebanyakan pelanggan mereka merupakan non-muslim. 

“Kebanyakan non-muslim (pelanggan). Sejak 1971,” jelasnya.

Melalui keterangan tertulis di akun instagramnya, pihak manajemen juga meminta maaf atas kegaduhan yang belakangan terjadi.

Manajemen telah memastikan keterangan non-halal di semua outletnya.

(Sebagian artikel ini tayang di Kompas.com)

Berita Terkini