Sudah Habis-habisan, Raymond Manthey Tak Sudi Jadi Sopir Yuni Shara: Najis
TRIBUNJATENG.COM - Raymond Manthey ogah jadi sopir Yuni Shara.
Sosok Raymond Manthey belakangan ini menjadi sorotan.
Bukan hanya karena pernyatannya pegang kartu AS sang mantan istri, melainkan karena masalah warisan dan kehidupannya.
Salah satunya terkait pengakuan Raymond Manthey yang mengaku kini menganggur.
Baca juga: Raymond Manthey Pastikan Yuni Shara Malu Jika Kartu AS Dibongkar: Saya Yakin di Atas 3 Juta Viewers
Ia mengaku telah kehabisan uang karena hampir seluruh hartanya habis untuk menghidupi keluarga.
"Sekarang saya sudah habis-habisan, kalau abang tanya sekarang saya kerja apa, saya nggak ada kerja apa pun bang," kata Raymond dalam salah satu video yang ia unggah.
Raymond sampai mengemis meminta lowongan pekerjaan kepada warganet.
Ia bahkan rela jika harus menjadi sopir pribadi.
"Makanya saya berharap yang penting halal kalau ada lowongan driver pribadi."
"Saya sangat bersedia, kalau ada infokan ya bang sambil saya jalankan kasus saya," tutur Raymond.
Salah satu netizen kemudian mengusulkan agar Raymond Manthey bekerja sebagai sopir Yuni Shara.
Terang-terangan Raymond Manthey berkata tak sudi.
"Najis dari dulu seorang janda bukan tipe saya sorry," balas Raymond di kolom komentar.
Perjuangkan Harta Warisan
Ada tiga aset besar yang kini tengah diperjuangkan Raymond:
1. Tanah dan bangunan seluas 1.532 m2 di Jalan Sudirman No. 26, Medan Polonia, yang kini tercatat atas nama Mulia Mertjoe dan Dewi Mertjoe, saudara tirinya dari pernikahan bawah tangan sang ayah.
2. Perkebunan sawit PT Marajaya seluas hampir 900 hektar di Bangun Purba, yang akta pendiriannya disebut diubah dua kali tanpa rapat resmi.
3. Tanah seluas 12 hektare di Titi Papan, Marelan, Medan, yang menurut Raymond telah dijual secara ilegal.
Menurut Raymond, pihak yang ia laporkan antara lain Mulia Mertjoe, Dewi Mertjoe, dan Prof. DR. dr. Iskandar Japardy, suami Dewi yang juga disebut sebagai aktor intelektual dalam kasus ini.
"Jadi saya anak almarhum surya yang sah."
"Profesor Iskandar Japardi seorang profesor yang masih aktif umur 75 tahun masih bekerja di rumah sakit swasta ternama di Kota Medan, inisial S dan inisial C."
"Dia menantu ya boleh dibilang dia ipar saya karena kakak saya lain ibu menikah dengan dia."
"Jadi dialah aktor intelektual yang menguasai harta warisan terutama PT Marajaya, kebun sawit 1000 hektar," beber Taymond.
Ia juga menyebut adanya keterlibatan "Grup Kapital", sebuah kelompok bisnis kuat di Medan, dalam penguasaan aset tersebut.
"Jadi kalau kamu browsing Grup Kapital, itu orang kuat Medan, chinese."
"Jadi inilah saya akan perjuangkan, saya sudah lepas 3 lawyer papan atas medan, saya berjuang sendiri."
Tanpa Pengacara
Raymond mengaku sudah memakai jasa tiga pengacara papan atas di Medan.
Namun, saat ini ia memilih berjuang sendiri.
Ia mengandalkan media sosial untuk menyuarakan kasusnya.
"Saya sudah lepas 3 lawyer papan atas medan, saya berjuang sendiri," kata Raymond.
Ia berharap warisan dibagi secara adil dan proporsional.
Nilai aset yang ia perjuangkan ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah.