TRIBUNJATENG.COM, SUMBAWA - Seorang santri kelas 8 di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), dilarikan ke Puskesmas Labangka.
Santri tersebut berinisial DS (14).
Ia harus mendapatkan perawatan medis setelah diduga menjadi korban penganiayaan dan perundungan oleh kakak kelasnya di asrama.
Baca juga: Pengasuh Pondok Pesantren di Pati Cabuli Banyak Santri Laki-Laki, Korban Lapor Polisi Setelah Lulus
Menurut laporan, DS mengalami trauma dan kesakitan di sekujur tubuhnya serta mengalami gangguan pada telinga.
Kapolsek Labangka Polres Sumbawa, Ipda Imam Wahyudi, membenarkan kejadian tersebut.
“Telah terjadi aksi pembullyan atau perundungan yang dialami seorang santri berinisial DS,” kata Imam saat dikonfirmasi pada Senin (4/8/2025).
Peristiwa ini diduga terjadi pada Minggu, 3 Agustus 2025, sekitar pukul 04.30 Wita di asrama putra pondok pesantren tersebut.
Saat itu, DS yang sedang sakit dan telah meminta izin tidak mengikuti salat subuh, diduga dipaksa bangun oleh dua santri kakak kelasnya, F (15) dan R (15).
Karena adanya kesalahpahaman, kedua terduga pelaku membangunkan korban dengan cara memukul menggunakan gagang sapu, menendang, serta menuangkan air ke telinga korban.
Akibat trauma yang dialaminya, DS merasa gelisah dan melarikan diri bersama temannya, inisial Z.
Keduanya ditemukan paman Z dan DS kemudian diantar pulang ke rumah neneknya di Dusun Jaya Makmur.
Setibanya di rumah, DS menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada kerabat, termasuk pamannya.
Pihak keluarga yang tidak terima kemudian menghubungi pengurus yayasan pondok pesantren dan membawa DS ke Puskesmas Labangka untuk mendapatkan pemeriksaan.
Berdasarkan diagnosis, korban disarankan dirawat inap karena mengalami sakit dan lemas.
Pimpinan Ponpes Yamaula, Tgh Khudri Ahmad, bersama pengurus yayasan dan personel Polsek Labangka, telah menjenguk korban di Puskesmas.
Khudri menyatakan keprihatinan dan berjanji akan menindaklanjuti masalah ini secara tegas.
“Kami berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini dengan serius,” ujarnya.
Polsek Labangka saat ini berupaya meredam situasi dan mengklarifikasi berita yang beredar di media sosial agar tidak menimbulkan isu-isu sentimen yang berpotensi melanggar hukum.
Petugas medis menyatakan bahwa DS mengalami nyeri di sekujur tubuh dan gangguan pada telinga yang memerlukan penanganan intensif.
“Korban masih kami observasi, terutama bagian telinga yang paling parah,” ungkap salah satu tenaga medis.
Samsudin, perwakilan keluarga korban, mengaku sangat terpukul dan menilai pengelolaan pondok pesantren tersebut sangat buruk dalam hal pengawasan dan tanggung jawab terhadap santri.
“Kami kecewa berat dan merasa menyesal pernah menitipkan anak kami di pondok itu,” ungkap Samsudin.
Ia menjelaskan bahwa DS dipukul menggunakan gagang sapu, ditendang, dan telinganya dimasukkan air secara paksa.
Dalam kondisi kesakitan, DS sempat melapor kepada salah satu ustaz di pondok, namun hanya dijanjikan hukuman ringan terhadap pelaku.
Merasa tidak aman dan diabaikan, DS nekat melarikan diri ke rumahnya di Labangka V.
Keluarga korban telah melaporkan kasus ini ke Mapolsek Labangka, Polres Sumbawa, dan berharap pihak kepolisian mengambil langkah hukum tegas terhadap pelaku serta pengelola pondok yang dianggap lalai dalam melindungi santri.
Keluarga berharap agar kasus ini menjadi pintu masuk bagi perbaikan menyeluruh di lingkungan pondok pesantren, agar tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban di tempat yang seharusnya menjadi benteng moral dan pendidikan. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Santri Ponpes di Sumbawa Diduga Dianiaya dan Dirundung Kakak Kelas di Asrama"
Baca juga: Kepergok Selingkuh di Kamar Kos, Polisi Ini Bukannya Minta Maaf Malah Hajar Istri Habis-habisan