Berita Kriminal

Ini Tampang Lansia 70 Tahun Jadi Bos Sindikat Uang Palsu, Canggih Bisa Lolos Alat Pendeteksi

Penulis: Lyz
Editor: muh radlis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PEMALSU UANG - Enam tersangka kelompok pemalsu uang saat konferensi pers di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Selasa (5/8/2025).

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah berhasil mengungkap jaringan pembuat dan pengedar uang palsu lintas daerah.

Enam tersangka diamankan dalam penggerebekan yang dilakukan di sejumlah wilayah, dengan markas utama di Yogyakarta.

Para pelaku diketahui memproduksi uang palsu dalam pecahan Rp100 ribu yang memiliki tampilan sangat menyerupai uang asli.

Bahkan, uang palsu tersebut mampu mengecoh alat pendeteksi ultraviolet (UV), yang umum digunakan untuk memverifikasi keaslian uang.

Enam tersangka yang ditangkap yakni W (70) alias Mbah Noto, warga Boyolali; M (50) alias Yanto, asal Kabupaten Tangerang; BES (54), warga Kudus; HM (52) dari Kabupaten Bogor; JIP (58) alias Joko, warga Magelang; serta DMR (30) alias Dimas, warga Sleman, Yogyakarta.

Kepolisian menyebut komplotan ini telah menjalankan praktik pemalsuan uang dalam skala cukup besar dan menyebarkannya ke berbagai daerah.

"Uang palsu produksi dari kelompok ini memang beda karena bisa lolos dari pendeteksi UV," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, saat konferensi pers di Mapolda Jateng, Selasa (5/8).

Polisi sempat melakukan tes uji uang palsu tersebut dengan menggunakan sebuah alat money detector bersama Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra.

Ketika tes uji dilakukan tampak uang palsu itu bisa memendarkan cahaya pada tanda UV.

"Dilihat dari mesin pendeteksi UV sekilas uang palsu ini ada tanda UV, tetapi ketika dicermati pendaran sinar UV lemah, tidak sekuat uang asli," kata Rahmat.

Dia melanjutkan, ketika uang palsu ini diarahkan ke cahaya tidak menunjukkan huruf BI tidak sempurna di sisi kiri uang.

"Kalau asli ada huruf BI sempurna," paparnya.

Selain itu, rectoverso atau gambar timbul dalam uang palsu tercetak tidak sempurna.

"Jadi kami minta masyarakat jangan hanya pakai alat UV saja melainkan harus diperiksa secara saksama dengan manual seperti di dilihat, diraba, dan diterawang," ungkapnya.

 

Diproduksi di Sleman

Dwi mengatakan, penangkapan komplotan ini bermula dari laporan warga di daerah Boyolali yang menemukan adanya peredaran uang palsu.

Informasi itu berujung pada penangkapan dua tersangka W dan M di depan Soto Pandawa 2, Ngaru-aru, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jumat (25/7) lalu.

Hasil penangkapan dikembangkan hingga menangkap tersangka BES dan HM di Sleman, Yogyakarta.

Dari keterangan dua tersangka terakhir, polisi menggrebek sebuah rumah di Depok, Sleman Yogyakarta, yang menjadi tempat produksi uang palsu.

Di tempat itu, polisi meringkus pula JI dan DMR.

Di tempat itu, pihaknya menemukan peralatan pembuatan seperti printer dan kertas.

Selain itu polisi juga mendapati 500 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu, 1.800 lembar uang palsu setengah jadi, dan 480 lembar uang palsu yang belum dipotong.

Selepas penyelidikan terungkap, komplotan ini sudah memproduksi 4 ribu lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu (Rp 400 juta) yang dilakukan selama lima kali produksi selama kurun waktu Juni 2025.

"Setiap Rp 100 juta dijual sebesar Rp 30 juta," tutur Dwi.

Kepada polisi, komplotan ini mengaku baru beroperasi, sejak Juni atau dua bulan lalu.

Mereka hanya memproduksi uang palsu dengan jumlah tersebut untuk memenuhi pemesan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Jadi komplotan ini dipesan oleh pengedar uang palsu yang rencananya hendak disebar dengan membeli di rumah makan, toko kelontong, pasar tradisional," imbuh Dwi.

Meskipun sudah mencetak ribuan uang palsu, Dwi mengklaim, uang hasil cetakan kelompok ini hanya beredar sebanyak 150 lembar atau sebesar Rp 15 juta.

"Ya yang telah kesebar segitu. Itu pun di luar Jawa Tengah," klaimnya.

 

Belajar dari Youtube

Polisi mengaku belum sepenuhnya menyakini keterangan dari para tersangka.

Mereka masih melakukan penyelidikan untuk mengembangkan kasus ini.

Namun, hasil keterangan sementara yang dihimpun polisi, ada beberapa tersangka yang sudah berpengalaman membuat uang palsu sejak tahun 1990-an.

Keahlian mereka semakin mumpuni selepas belajar dari platform Youtube.

"Ada beberapa tersangka pernah membuat uang palsu pada tahun 1992. Pemodal (HM) juga pernah terlibat pembuatan uang palsu di wilayah Jawa Barat. Mereka juga menambah ilmu dengan belajar dari Youtube," terangnya.

Sementara berkaitan dengan bahan-bahan produksi uang palsu, Dwi memaparkan bahan kertas diperoleh komplotan ini dari sebuah toko kertas dari daerah Bogor dengan jenis kertas white craft.  

Bahan itu lalu dipadukan dengan desain yang sudah disiapkan menggunakan Adobe Photoshop. Kemudian proses terakhir dieksekusi dengan printer.

"Otaknya dan pemodal adalah tersangka HM. Pembuat uang palsu JIP dan DMR. Adapun para pengedar W, M dan BES ," ujarnya.

Dia menambahkan, para tersangka  dijerat pasal berbeda.

Untuk tiga tersangka W , M dan BES dijerat dengan Pasal 245 KUHP atau Pasal 36 ayat (2) atau ayat (3) juncto Pasal 26  ayat (2) atau ayat (3) UU Nomor 7  Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Adapun tiga tersangka lainnya, HM, JI dan DMR, dijerat Pasal 244 KUHP atau Pasal 36 ayat (1) atau ayat (2) juncto Pasal 26  ayat (1) atau ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2011.

"Ancaman sama, 15 tahun penjara," tandas Dwi. (iwn)

Berita Terkini