TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Kepala sekolah dari diduga siswa korban perundungan di Purwokerto, TTK menegaskan pihaknya belum dapat memastikan apakah benar terjadi perundungan (bullying) terhadap seorang siswa baru dalam kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Menurut TTK, sampai saat ini sekolah tidak mengetahui secara pasti dan tidak ada pihak yang melihat langsung kejadian yang dimaksud.
"Posisinya tidak mudah, kecuali akan lebih cepat selesai kalau kondisi anak dapat menjelaskan secara gamblang.
Sedangkan kondisi anak saat ini belum gamblang," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (8/8/2025).
Ia menambahkan, pihak sekolah masih berupaya menelusuri kebenaran informasi tersebut.
"Kami mencari jejak itu dari mana, apakah betul bullying atau tidak.
Kita ingin menegakkan anti bullying.
Kalau ada bullying, ya harus ditindak.
Kalau tidak ada, ya katakan tidak.
Kami belum bisa menyimpulkan apa-apa," tegasnya.
Pihak sekolah menegaskan memahami pentingnya pencegahan perundungan dan membebaskan sekolah dari segala bentuk tindakan tersebut.
Namun, ia mengakui pihak sekolah belum sepenuhnya mengetahui karakter siswa yang bersangkutan.
"Belum kita ketahui.
Kaya di hutan belantara dan kita belum tahu karakter anak dengan baik dan dulunya seperti apa.
Tapi bukan berarti kita tidak ngapa-ngapain. Kita tanya panitia, kegiatan seperti apa," jelasnya.
Ia menjelaskan MPLS 5 Hari, diisi ceramah anti-bullying.
Kegiatan tersebut diisi dengan ceramah-ceramah tentang ketaatan umum, termasuk materi tentang bebas perundungan.
Seluruh kegiatan dilaksanakan di satu tempat, yaitu bangsal sekolah.
Pihak sekolah juga akan memeriksa rekaman CCTV lingkungan sekolah memastikan kebenaran informasi.
"Kalau dari lingkungan, CCTV ada dan perlu waktu.
Butuh pengamatan yang sungguh-sungguh, tapi memang harus teliti," tambahnya.
Hingga kini, proses penelusuran dan klarifikasi masih berlangsung.
Pihak sekolah berharap kondisi siswa yang bersangkutan segera membaik dan akan memberikan pendampingan psikolog agar dapat memberikan keterangan secara jelas terkait peristiwa ini.
Dirawat 16 Hari
DPN (16), siswa baru kelas X salah satu SMA Negeri di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, diduga mengalami perundungan saat mengikuti kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Ia mengalami trauma dan harus menjalani perawatan di rumah sakit selama 16 hari.
Kasus ini terungkap setelah orangtua DPN, AH (48), menceritakan kronologi yang dialami putra sulungnya itu.
Menurutnya, DPN awalnya menjalani perawatan selama empat hari di RS DKT Purwokerto dan sempat didiagnosa radang otak.
Namun, kondisi tersebut kemudian tidak terbukti setelah ia dirujuk dan dirawat lebih lanjut di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto selama 12 hari.
"Total anak saya dirawat 16 hari di rumah sakit.
Dokter berpesan supaya anak tidak ditekan dulu, karena sekarang sedang mengalami kecemasan dan trauma," ujar AH kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (8/8/2025).
Ia mengisahkan, MPLS dimulai pada Senin (14/7/2025).
Pada hari kedua, Selasa (15/7/2025) pagi, anaknya DPN terlihat enggan berangkat sekolah.
Saat pulang sore harinya, ia masih bisa diajak bicara, namun menolak menjawab saat ditanya alasan enggan masuk sekolah dan mulai menampakan murung.
Keesokan harinya, Rabu (16/7/2025) pagi, salah satu anggota keluarga yang merupakan bibi DPN menanyakan hal serupa.
Saat itulah DPN bercerita ia telah dipukul bagian perut oleh tiga orang temannya.
Hingga akhirnya di hari yang sama DN dibawa ke rumah sakit pada Rabu malam.
Meski demikian, hingga kini ia belum mau mengungkapkan alasan dibalik kejadian tersebut.
"Sejak itu anak saya jadi pendiam.
Padahal biasanya dia berbicara seperti anak-anak pada umumnya," tutur AH.
AH mengatakan, putranya baru pulang dari RSUD Margono Soekarjo pada Sabtu (2/8/2025).
Sejak saat itu, DPN sulit tidur nyenyak di kamarnya sendiri dan memilih tidur di ruang depan rumah.
DPN merupakan warga Kecamatan Purwokerto Selatan.
Ia masuk ke salah satu SMA Negeri di Purwokerto melalui jalur zonasi khusus yang memperhitungkan kategori usia sesuai syarat penerimaan siswa baru.
Orangtua mengaku sudah melaporkan kejadian tersebut kepada pihak sekolah.
"Saya minta keadilan untuk anak saya supaya pelakunya dilacak.
Saat MPLS itu dia belum kenal dengan teman-temannya, jadi belum banyak berinteraksi.
Waktu kecil memang pernah mengalami step, tapi setelah itu tidak pernah ada masalah, termasuk saat SMP," kata AH. (jti)