Tanoto Foundation

Dari Data ke Dampak: Pendidikan yang Mengubah Kehidupan

Editor: rival al manaf
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rischa Agitta Sebayang bersama anak-anak di Komunitas Sahabat Anak Grogol

“Sering kali terjadi ada ratusan data tapi tidak bisa dijadikan key point (poin penting). Datanya sangat banyak, tapi tidak tepat sasaran dan action-nya kurang tepat” ujarnya.   

Lantaran itu, data analyst harus mampu meyakinkan perusahaan untuk tetap berpedoman pada  data dan tak berhenti menggali berbagai makna di balik data tersebut. 

“Data itu mengungkapkan sebuah fakta. Misal ada sebuah hipotesis, data itu benar-benar kita cari, di-breakdown lagi, dan diuji kebenarannya. Kalau pun ada intuisi, itu menjadi pembuka jalan untuk menganalisis,” paparnya.  

Dengan pentingnya peran data analyst, tak heran saat ini profesi ini mulai digemari dan menjadi tren bagi generasi muda.

Berbagai pelatihan  atau bootcamp, kursus, bahkan program studi dibuka untuk mengajarkan kemampuan sebagai analis data.

Apalagi saat ini bukan hanya perusahaan yang memerlukan keterampilan itu, melainkan juga bagi individu yang tengah melakukan personal branding dan pengelolaan keuangan.

Rischa pun menyaksikan sendiri menggeliatnya fenomena ini saat ia dipercaya sebagai mentor sejumlah pelatihan analisis data. 

“Belakangan peminat bootcamp untuk data analisis ini memang cukup banyak. Saya pernah mengajar di satu kelas online pesertanya sampai 60 orang,” tuturnya. 

Hanya saja Rischa mengingatkan bahwa menjadi data analyst tidak semata-mata menguasai tools dan kemampuan teknis dalam analisis data.

Berkaca dari pengalamannya, ia mengatakan, selain menguasai berbagai perangkat analisis data, seorang data analyst juga harus mampu mempelajari proses bisnis industri di mana ia bekerja.

“Untuk Marketing Analytic and Research harus tahu dulu masalah yang dialami oleh perusahaan.

Jadi harus pahami konteks dan business case-nya, step by step jangan langsung loncat ke teknis,” jelasnya. 

Tidak kalah penting, data analyst harus memiliki kecakapan komunikasi yang mumpuni.  Ini meliputi kemampuan menyajikan visualisasi olahan data hingga story telling. 

“Kita tidak mungkin menyampaikan tabel atau coding yang rumit. Jadi harus punya skill komunikasi agar perusahaan mudah memahami dan percaya bahwa data yang dihasilkan itu benar-benar akan membantu mereka,” paparnya. 

Mengejar beasiswa, membalas kebaikan

Halaman
1234

Berita Terkini