Wonosobo Hebat

Dari Remaja Sampai Catin, Wonosobo Gerak Cepat Cegah Stunting Sejak Dini

Tribun Jateng/Imah Masitoh
PENCEGAHAN STUNTING - Sekretaris Dinas PPKBPPPA Wonosobo, Aryati Prabandari. Ia mengungkapkan, upaya penanganan stunting di Kabupaten Wonosobo kini semakin difokuskan pada aspek pencegahan sejak usia dini. 

TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Upaya penanganan stunting di Kabupaten Wonosobo kini semakin difokuskan pada aspek pencegahan sejak usia dini.

Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Dinas PPKBPPPA Wonosobo, Aryati Prabandari, dalam kegiatan Bimtek Aksi Konvergensi Stunting yang digelar pada Selasa (26/8/2025) di Ruang Rapat Mangunkusumo, Setda Wonosobo.

Aryati menjelaskan bahwa pencegahan stunting sebenarnya bisa dimulai dari hulu, yaitu melalui edukasi kepada remaja.

"Kami sudah ada yang namanya konseling maupun komunikasi, informasi, edukasi (KIE). Edukasi ini dilakukan melalui Pusat Informasi dan Konseling (PIK). Di setiap desa kan sekarang sudah ada PIK remaja," ujarnya.

Baca juga: Pandangan DPRD Menyoal Program Sekolah Online Orang Dewasa di Wonosobo, Ini Saran Masukan Suwondo

Edukasi ini juga dilakukan oleh kader remaja, termasuk anak-anak Genre. Mereka terjun langsung ke sekolah-sekolah maupun menjangkau remaja di desa.

Salah satu masalah utama yang dihadapi remaja adalah anemia. Menurut Aryati, anemia bisa dicegah jika remaja rutin mengonsumsi tablet tambah darah (TTD).

"Tetapi banyak yang menerima kemudian tidak meminum karena berbagai alasan, karena tidak tahu manfaatnya," katanya menyampaikan kendala.

Untuk mengatasi hal tersebut, edukasi diberikan bersamaan dengan distribusi tablet oleh Dinas Kesehatan, sedangkan Dinas PPKBPPPA hadir untuk memberikan edukasi.

Selain itu, digunakan juga alat bantu berupa rapor TTD untuk memantau kepatuhan remaja dalam mengonsumsi tablet tersebut.

Program ini telah menjangkau seluruh sekolah, bahkan hingga pondok pesantren di Kabupaten Wonosobo.

Data awal menunjukkan bahwa angka anemia di kalangan remaja cukup tinggi.

“Kalau data awalnya sih lebih dari 50 persen, sekitar 60 sekian persen remaja itu dulu anemia memang,” ungkapnya.

Namun, setelah adanya program edukasi dan kegiatan rutin seperti “Jumat Bersih”, angka tersebut mulai menunjukkan penurunan.

Selain edukasi untuk remaja, upaya pendekatan juga dilakukan terhadap calon pengantin (catin). 

Dinas PPKBPPPA Wonosobo memiliki program konseling di setiap kecamatan yang bernama Satya Gatra. 

Konseling ini dilakukan sebelum pasangan menikah. Materinya mencakup berbagai aspek penting dalam kehidupan rumah tangga.

"Pernikahan kan bukan hanya ketemu jodoh terus resepsi. Tapi yang penting itu justru perencanaan setelah menikah itu mau seperti apa," jelasnya.

Aryati menegaskan bahwa setiap calon pengantin yang mendaftar di KUA wajib mengikuti konseling ini.

“Saya yakin berarti 100 persen dari catin yang sudah mendaftarkan ke KUA ini pasti sudah terkena atau terimbas dari konseling kami,” lanjutnya.

Pendampingan juga diberikan kepada ibu hamil dan keluarga yang memiliki balita maupun baduta, melalui kader Tim Pendamping Keluarga (TPK). 

Para kader ini bertugas mencatat dan melaporkan perkembangan kondisi keluarga sasaran di lapangan.

“Kita punya 2.034 kader yang tersebar di 265 desa dan kelurahan,” kata Aryati.

Meski demikian, tantangan tidak hanya datang dari sisi teknis. 

Menurut Aryati, tantangan terbesar justru terletak pada perubahan pola pikir masyarakat. 

Ia menekankan bahwa anggapan stunting hanya terjadi di keluarga prasejahtera perlu diluruskan.

“Hasil survei menunjukkan ternyata stunting itu tidak selalu berasal dari keluarga prasejahtera, bahkan ini ada yang ASN. 

Artinya faktor utama tetap terletak pada pola asuh yang benar, supaya anak-anaknya tidak menjadi anak-anak yang stunting," jelasnya.

Untuk menjawab tantangan tersebut, edukasi terus dilakukan secara berkelanjutan.

Baca juga: Wonosobo 2 Tahun Berturut-turut Sabet Juara 2 Nasional Kampung KB Berkualitas

Salah satu inovasinya adalah layanan konseling keliling.

"Konseling keliling masih bersifat situasional sesuai kebutuhan lapangan. Karena ini baru, jadi masih by kebutuhan. Ada penanganan permasalahan di wilayah, baru kita turun,” jelasnya.

Selain itu, pendekatan peer-to-peer juga dikembangkan melalui program Genre Tandang. Cara ini dianggap lebih efektif karena remaja biasanya lebih nyaman berbicara dengan teman sebayanya. (ima)