Wonosobo Hebat

Pandangan DPRD Menyoal Program Sekolah Online Orang Dewasa di Wonosobo, Ini Saran Masukan Suwondo

TRIBUN JATENG/IMAH MASITOH
PROGRAM SOOD - Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Wonosobo, Suwondo Yudhistira. Dia mendukung program SOOD dengan catatan ada keseimbangan antara online dan tatap muka, fokus pada keterampilan praktis, dan prioritas pendidikan anak-anak usia sekolah tetap dijaga. 

TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Wonosobo, Suwondo Yudhistira memberikan pandangan terkait program baru Pemkab Wonosobo berupa Sekolah Online Orang Dewasa (SOOD).

Hingga, Senin (25/8/2025) tercatat mencapai 1.375 warga telah mendaftar program SOOD itu. 

Menurutnya, program ini patut diapresiasi sebagai respons terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat dewasa yang terkendala waktu, namun tetap perlu disikapi dengan bijak.

Baca juga: 1.375 Warga Wonosobo Daftar Sekolah Online Orang Dewasa, Usia Minimal 25 Tahun Belum Lulus SMA

Baca juga: Wonosobo 2 Tahun Berturut-turut Sabet Juara 2 Nasional Kampung KB Berkualitas

“Kalau sekolah online, saya pikir ini bagian dari upaya untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan mencari orang-orang yang terbatas waktu untuk bisa sekolah langsung,” ujar Suwondokepada Tribunjateng.com.

Namun dia mengingatkan agar model pembelajaran tidak sepenuhnya mengandalkan sistem daring. 

Menurutnya, pendidikan tetap memerlukan interaksi langsung antara pengajar dan peserta didik.

“Tetap harus ada perpaduan."

"Kalau misalnya online, tetap di waktu-waktu tertentu harus dijadwalkan tatap muka."

"Karena beda interaksinya,” ujarnya.

Suwondo menekankan bahwa pendidikan tidak hanya soal materi, tapi juga proses komunikasi dan interaksi intensif, yang sulit dicapai jika hanya mengandalkan platform digital.

Baginya, sistem online hanya pelengkap, bukan pengganti utama dalam pembelajaran. 

Dia menilai, penggunaan teknologi dalam pendidikan harus dilakukan secara bertahap dan kontekstual.

“Karena kondisi masyarakat berbeda-beda."

"Tingkat ekonomi beda, kemampuan teknologi juga berbeda."

"Jadi jangan semuanya karena era digital, lalu semua didigitalisasi,” ungkapnya.

Soal sasaran program yang menyasar masyarakat dewasa, Suwondo menilai bahwa pendidikan bagi orang dewasa seharusnya difokuskan pada penguasaan keterampilan, bukan sekadar mengejar ijazah formal.

Baca juga: Dibuka! Wisata Petik Buah Melon New Ceria Langsung Dari Kebunnya di Wonosobo, Tanpa Tiket Masuk

Baca juga: Mulyani Sukses Ajarkan Penyandang Tuli Wonosobo Tampil di Acara PPBK Nasional 2025

Dia mengingatkan bahwa ilmu umum tanpa penerapan keterampilan praktis akan kurang berdampak. 

Maka dari itu, pendidikan orang dewasa seharusnya diarahkan untuk meningkatkan daya tahan ekonomi dan produktivitas mereka.

“Harus didorong ke penguasaan skill, sehingga mereka bisa mencari sumber penghasilan dari keterampilan yang didapatkan,” ujarnya.

Saat ditanya soal efektivitas program ini untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah di Wonosobo, Suwondo secara tegas menyatakan bahwa program tersebut tidak terlalu urgen dibandingkan memperluas akses pendidikan bagi anak usia sekolah.

“Itu hal yang tidak terlalu urgen."

"Yang paling penting itu diberikan kepada anak-anak usia sekolah yang seharusnya sekolah tapi belum sekolah,” ungkapnya.

Menurutnya, jika hanya untuk mengejar statistik rata-rata lama sekolah, program ini bisa terjebak dalam pencitraan formalitas, bukan perbaikan substansi pendidikan.

“Kalau hanya sekadar meningkatkan rata-rata angka sekolah, berarti hanya sekadar mengejar peringkat."

"Yang kami inginkan itu penyiapan generasi muda,” sebutnya.

Suwondo tidak menolak sepenuhnya adanya Sekolah Online Orang Dewasa.

Dia menyebut, itu adalah bagian dari hak masyarakat untuk mendapat akses pendidikan, apalagi jika dibutuhkan untuk melamar pekerjaan atau memenuhi syarat administrasi tertentu.

“Itu boleh-boleh saja, itu hak masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan yang layak."

"api prioritas tetap pada anak-anak muda yang usia sekolah,” tandasnya. 

PROGRAM SOOD - Kepala Disdikpora Kabupaten Wonosobo, Musofa. Pemkab mendata, total sudah ada sekira 1.375 warga Wonosobo yang telah mendaftar dalam program Sekolah Online Orang Dewas (SOOD) yang digulirkan pada tahun ini.
PROGRAM SOOD - Kepala Disdikpora Kabupaten Wonosobo, Musofa. Pemkab mendata, total sudah ada sekira 1.375 warga Wonosobo yang telah mendaftar dalam program Sekolah Online Orang Dewas (SOOD) yang digulirkan pada tahun ini. (TRIBUN JATENG/IMAH MASITOH)

Usia Minimal 25 Tahun Belum Lulus SMA

Terpisah seperti diberitakan sebelumnya di Tribunjateng.com, jumlah pendaftar program Sekolah Online Orang Dewasa (SOOD) di Kabupaten Wonosobo hingga Senin (25/8/2025) tercatat mencapai 1.375 orang. 

Angka ini menunjukkan antusiasme warga usia 25 tahun ke atas untuk kembali mengenyam pendidikan, meski di tengah berbagai keterbatasan.

Di tengah angka rata-rata lama sekolah yang masih di kisaran 6,9 tahun, Pemkab Wonosobo tidak tinggal diam. 

Melalui Disdikpora, program SOOD resmi digulirkan, menyasar warga usia 25 tahun ke atas yang belum lulus SMA.

Kepala Disdikpora Kabupaten Wonosobo, Musofa menyebut, proses menjaring warga untuk ikut dalam program ini tidaklah mudah.

Musofa menyoroti tantangan awal pendataan yang lambat, hingga akhirnya waktu diperpanjang sampai.

"Ya, sekolah online orang dewasa, karena untuk bisa menerima peserta didik ternyata tidak mudah," ujarnya kepada Tribunjateng.com, Senin (25/8/2025).

Perpanjangan pendataan ini agar seluruh desa memiliki waktu cukup untuk menjaring peserta.

Pendataan dilakukan dari desa, dikirim ke kecamatan, lalu diteruskan ke PKBM sesuai plotting wilayah. 

Persyaratan administrasi berupa ijazah SMP/sederajat yang dilegalisir dan Kartu Keluarga. 

Setelah data masuk dan diinput, peserta langsung bisa mengikuti pembelajaran.

Targetnya, setiap desa minimal mengirim 20 peserta. 

Namun untuk saat ini, program hanya mencakup Paket C (setingkat SMA).

Namun program ini diyakini jadi pintu gerbang besar bagi pendidikan alternatif.

"Yang hanya sampai SD dan SMP belum diberi ruang karena keterbatasan sumber daya," jelas Musofa.

Baca juga: Begini Cara Polres Wonosobo Hadapi Aksi Unjuk Rasa di Kantor DPRD, Libatkan 300 Personel

Baca juga: KACAU BALAU! Kades Wonokerto Wonosobo Dituntut Mundur, Ini Daftar Kebobrokannya Temuan Warga

Pembelajaran dilakukan terpusat via Zoom, dengan desa menyediakan fasilitas seperti LCD dan internet. 

"Nanti bareng-bareng pembelajarannya seperti nobar bola, kalau ini pembelajaran online-nya," ungkapnya.

Kegiatan belajar dijadwalkan 1-2 kali per minggu, menyesuaikan dengan waktu luang peserta yang mayoritas sudah bekerja. 

Kurikulum formal akan dikombinasikan dengan materi yang sesuai kebutuhan orang dewasa agar tidak menjenuhkan.

Program ini gratis bagi peserta.

Sementara pembiayaan teknis, termasuk tenaga input data dan pengajar, difasilitasi oleh pemerintah kabupaten. 

"Kalau dihitung waktunya, malah jadi enggan belajar."

"Yang penting mulai dulu, tahu-tahu lulus," kata Musofa.

Bagi yang sudah lulus akan mendapat ijazah kesetaraan resmi yang bisa dipakai untuk melamar kerja, jadi perangkat desa, dan lainnya. 

Bedanya dengan pendidikan kesetaraan reguler hanyalah pada fasilitas, karena peserta 25 tahun ke atas tidak mendapat dana BOS.

SOOD juga ditargetkan dapat meningkatkan angka rata-rata lama sekolah di Wonosobo. 

"Gerakan ini bukan hanya soal angka, tapi soal mindset."

"Kalau ini jalan, angka rata-rata sekolah bisa naik, pola pikir juga ikut berubah," tandasnya. (*)

Baca juga: Seleksi Segera Dibuka, Isi Posisi 8 Jabatan Strategis di Pemkab Banyumas, Ini Daftar Rincinya

Baca juga: Rencana Pergantian Nama Kecamatan Karimunjawa, Ini Kata Pemkab Jepara

Baca juga: Nasib Apes Nenek Endang Warga Klaten, Diminta Bayar Rp115 Juta Karena Langgar Hak Siar Liga Inggris

Baca juga: Pemkab Jepara Masih Buka Beasiswa Kartu Sarjana 2025, Pendaftaran Maksimal 1 September