Tribun Jateng Hari Ini
Menkeu Purbaya Hadapi Tugas Berat Jaga Kepercayaan Pasar
Jabatan Menkeu bukan sekadar bagian dari kabinet, melainkan kunci stabilitas fiskal dan kepercayaan pasar.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang baru saja ditunjuk menggantikan Sri Mulyani Indrawati, bakal memiliki sejumlah pekerjaan rumah penting dalam menjaga stabilitas ekonomi makro.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan, ada lima prioritas yang harus segera dilakukan Purbaya. Pertama, memastikan insentif ekonomi pada semester II/2025 berjalan dengan baik dan sesuai kapasitas fiskal.
“Tujuannya agar pertumbuhan ekonomi bisa terdongkrak, sementara fiskal tidak jebol,” ujarnya, kepada Kontan, Senin (8/9).
Kedua, memperbaiki struktur APBN 2026, baik melalui refocusing anggaran maupun APBN Perubahan (APBNP) jika diperlukan. Hal itu penting untuk menjaga keberlanjutan fiskal, sekaligus memastikan APBN memberikan dampak optimal terhadap pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Ketiga, memastikan sistem Coretax segera berfungsi secara efektif. Dengan begitu, potensi kebocoran fiskal dapat ditekan. Keempat, memberantas praktik underground economy, termasuk penyelundupan dan peredaran produk tanpa cukai.
Kelima, mengurangi ketergantungan terhadap utang, serta memastikan manajemen utang negara tetap terjaga dengan baik.
"Dengan menjalankan lima prioritas tersebut, Purbaya bisa membangun fondasi fiskal yang lebih sehat, sekaligus menjaga kepercayaan pasar terhadap perekonomian Indonesia," ucapnya.
Adapun, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menilai, jabatan Menkeu bukan sekadar bagian dari kabinet, melainkan kunci stabilitas fiskal dan kepercayaan pasar.
Ia menyebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah lembaga sentral dalam tata kelola ekonomi negara. Hampir semua kebijakan fiskal, mulai dari perencanaan anggaran, pengelolaan penerimaan negara, belanja, hingga pembiayaan, dibidani dan dikendalikan oleh Kemenkeu.
Sehingga, posisi Menkeu tidak hanya penting bagi jalannya kabinet, tetapi juga memiliki dampak langsung terhadap perekonomian nasional, iklim usaha, dan kepercayaan investor.
“Saya pikir memang Jabatan Menteri Keuangan adalah salah satu jabatan yang sangat-sangat sentral dan punya pengaruh besar juga terhadap ekonomi dan juga terhadap pasar tentu saja,” jelasnya.
Selama ini, Faisal menuturkan, Sri Mulyani dipandang sebagai figur kepercayaan pelaku usaha dan investor internasional, dengan rekam jejak panjang menjaga disiplin fiskal sejak sebelum era Presiden Jokowi.
Sehingga, dia menambhakna, pergantiannya membawa konsekuensi besar bagi arah kebijakan ekonomi dan persepsi pasar.
Ia menilai, langkah Purbaya kini tidak sekadar melanjutkan, tetapi membuktikan tim ekonomi baru di bawah Prabowo Subianto mampu menjaga fiskal tetap sehat sekaligus melakukan perubahan yang lebih berpihak kepada masyarakat.
“Nah, sehingga siapapun yang menjabat Menteri Keuangan tentu saja punya pengaruh yang besar bukan hanya terhadap kabinetnya, tapi juga terhadap perekonomian dan juga iklim usaha dan investasi,” paparnya.
Faisal pun mengingatkan, kritik terhadap kebijakan fiskal sebelumnya masih kuat, terutama terkait isu ketimpangan dan distribusi pendapatan.
Sementara, Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebut pengumuman pergantian Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan dan digantikan oleh Purbaya Sadewa merupakan berita positif bagi ekonomi.
Sebab, tuntutan untuk mengganti Sri Mulyani sudah lama diserukan oleh berbagai organisasi think-tank dan masyarakat sipil sebagai bentuk kritik atas ketidakmampuan Menkeu dalam mendorong berbagai kebijakan.
"Kami menekankan bahwa tugas Menteri Keuangan yang baru sangat mendesak untuk mengembalikan kepercayaan publik," ujar Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, dalam siaran pers, Senin (8/9).
Menurut dia, ada sejumlah catatan serta tugas yang harus diemban Purbaya Sadewa sebagai Menkeu yang baru. Pertama, memastikan strategi penerimaan pajak dilakukan dengan memperhatikan daya beli kelompok menengah dan bawah, seperti menurunkan tarif PPN menjadi 8 persen, dan menaikkan PTKP menjadi Rp 7 juta per bulan.
Selain itu, kebijakan pajak juga harus menyasar sektor ekstraktif melalui pajak produksi batubara dan pajak windfall profit (anomali keuntungan).
"Pajak kekayaan berupa 2 persen pajak bagi aset orang super kaya merupakan hal yang urgen dilakukan untuk menekan ketimpangan, sekaligus memperbesar penerimaan negara," tuturnya.
Bhima mengungkapkan, menkeu yang baru juga wajib melakukan efisiensi anggaran dengan dasar kajian makroekonomi yang transparan, tanpa mengganggu pelayanan publik dan infrastruktur dasar.
"Efisiensi yang salah dilakukan oleh Sri Mulyani harus dievaluasi ulang karena telah menimbulkan guncangan pada dana transfer daerah dan kenaikan pajak daerah yang merugikan masyarakat," tukasnya. (Kontan.co.id/Nurtiandriyani Simamora/Kompas.com/Suparjo Ramalan/Elsa Catriana)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.